Membaca biografi Harun Yahya sangatlah menarik. Pria bernama asli Adnan Oktar ini bisa melakukan kontrakritik terhadap sebuah ideologi yang telah mengglobal hingga kini dengan sangat cerdas.
Siapa yang tidak kenal dengan Teori Evolusi Darwin. Siapa yang tak kenal dengan paham materialistik yang gencar didogmakan oleh kalangan Barat. Nah, Harun Yahya ini sangat jengah dengan dua teori yang menurutnya bisa menyesatkan dunia di masa depan ini. Awal "dendamnya" terhadap dua teori besar itu lantaran keduanya coba di sebarluaskan di kalangan kampusnya. Tidak peduli siapa yang kuliah di kampusnya, kalangan kampus mencoba menjejalkan dua ideologi tersebut.
Sebagai kalangan akademisi, dia tidak mau melakukan kontraideologi dengan cara yang anarkis. Justru dia masuk melalui jalur ilmiah. Sebuah sarana yang selama ini dipakai oleh kalangan Barat untuk menyebarluaskan ideologinya. Maka dari itulah, setiap karyanya yang dilaunching hingga saat ini selalu berhubungan dengan dua ideologi tersebut. Lebih tepatnya, kontraideologi terhadap dua aliran tersebut.
Yang menurut saya menarik untuk disimak adalah upayanya yang gigih untuk membuat perlawanan melalui cara-cara yang ilmiah. Dia mencoba melakukan perlawanan melalui cara-cara yang sama dilakukan oleh kalangan kampusnya. Tidak tanggung-tanggung, dia rela menghabiskan jatah harta warisan dari orangtuanya demi sebuah ketidakpuasan yang dialaminya, demi mengubah ideologi yang telah banyak diyakini penduduk dunia. Bahkan, dia rela disebut orang gila karena melawan arus teori-teori besar dunia yang berlaku saat itu.
Sebagai seorang muslim sejati, pria kelahiran Ankara tahun 1956 ini mencoba menggali ayat-ayat Tuhan secara ilmiah. Ayat-ayat itu didapatnya melalui Kitab, dari alam semesta, perenungan, dan dari dialog yang dilakukannya bersama siapa saja. Tentu ini sebuah langkah yang positif bagi perkembangan dunia Islam. Yang tentu saja sangat membanggakan bagi kalangan Islam. Cara revolusionernya itu, akhirnya membuat citra Islam menjadi terangkat. Apa yang dilakukannya telah membuktikan kepada dunia Barat bahwa Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Artikel, ceramah dan video-videonya yang fenomenal itu, tidak hanya membuat dunia Barat terhenyak, tapi sekaligus membuat jutaan penganut Islam menjadi semakin yakin akan agamanya. Menjadi semakin bangga dengan keyakinannya.
Cara cerdas yang dilakukannya ini tentu saja patut disyukuri, dan tentu saja patut ditiru. Kekecewaan tidak harus diungkapkan dengan tindakan anarkis. Mencintai Islam dan ingin membuktikan diri sebagai seorang muslim militan tidak berarti harus menjadi teroris, tidak harus dengan menyakiti orang lain, tidak harus dilakukan dengan menjelekkan agama atau keyakinan yang lain. Masih mending kalau keyakinannya itu betul, yang terjadi justru sebaliknya. Tindakan anarkis itu justru kontraproduktif bagi perkembangan Islam. Tindakan kekerasan justru membuat Islam dicitrakan sebagai agama yang penuh dengan kekerasan. Padahal, menurut keyakinan yang saya anut, Islam adalah agama yang indah, agama yang penuh toleran, agama yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Terlebih lagi, agama yang sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Film-film fiksi ilmiah yang diilhami oleh karya-karya Harun Yahya, membuat penonton menjadi sadar bahwa kekuatan alam semesta, karya Ilahi yang ada disekeliling manusia ini sungguh luar biasa. Harun Yahya sendiri, dengan penelitiannya selama bertahun-tahun telah berhasil membuktikan kedahsyatan alam semesta, termasuk rancang bangun seekor semut sekalipun dia pahami secara detail. Terlebih lagi, Harun telah berhasil menunjukkan (lagi-lagi secara detail) betapa rancang bangun flora fauna yang sungguh dahsyat ini tidak terjadi dengan sendirinya. Kerumitan alam semesta itu diciptakan secara sengaja melalui sebuah mekanisme yang teramat rumit yang tidak akan pernah bisa ditiru oleh kecerdasan manusia. Karya cipta manusia saat ini, hanyalah mimesis atau tiruan dari sebagian kecil ayat ayat Tuhan.
Secara pribadi, setelah menyaksikan film-film Harun Yahya ini, membuat diri ini menjadi semakin merasa sangat kecil, sungguh kita hanya merupakan setitik nila di tengah hamparan samudera yang maha luas. Kabar baiknya adalah, keyakinan ini menjadi semakin bertambah tebal. Akibatnya, rasa syukur dan keihklasan selalu menjadi penuntun dalam setiap laku. Amin...
Kompleks Buncit Banjarmasin,
Sabtu, 5 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar