Akhir-akhir ini, saya sering diprotes para pelanggan Banjarmasin Post (BPost). Alasannya, harian ini sekarang tidak lagi peduli dengan masalah-masalah kebudayaan. Menurut mereka, awalnya, BPost sangat peduli dengan masalah-masalah budaya. Hal itu dibuktikan dengan adanya halaman khusus yang memuat masalah-masalah budaya.
Dulu, kata kawan-kawan ini, BPost sering mengupas masalah puisi, sajak, tradisi orang dayak, atau tari-tarian lokal. Sekarang, hal itu hanya sedikit sekali porsinya. Kalaupun ada, letaknya sangat terpinggirkan, dan dimuat sekali seminggu.
Sejenak saya jadi bingung. Saya kurang paham dengan apa yang dimaksud dengan budaya oleh kawan-kawan ini. Apakah budaya itu berupa puisi, sajak, cerpen, tari-tarian, atau masalah yang berhubungan dengan sesuatu yang berbau tradisional.
Jelas sekali, hal ini sangat berbeda dengan apa yang saya peroleh dari bangku sekolah. Menurut beberapa ahli kebudayaan, bahwa budaya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia. Jadi, menurut para ahli ini, tata cara makan, bersosialisasi, bahasa, berburu, menari, melukis, korupsi, hingga agama adalah bagian dari budaya.
Apalagi, saat ini budaya manusia telah berkembang pesat. Hal ini, tentu saja akibat perkembangan dunia mesin dan komputer. Saat ini, orang pacaran hanya melalui internet atau telepon genggam saja. Orang mencari jodoh hanya lewat chating saja, orang mengaji dan mendengarkan ayat-ayat Alqur'an hanya dengan mengirim SMS saja. Ini semua adalah budaya manusia yang telah berkembang.
Pakar budaya terkini dengan radikal bahkan mengatakan, budaya manusia kini telah mati. Kini, yang ada dan hidup adalah mesin-mesin dan komputer. Apa yang dulu dikerjakan oleh manusia sebagai wujud pengejawantahan kebudayaan telah diganti oleh mesin-mesin dan komputer. Manusia tinggal klik tombol-tombol saja, dan mesin-mesinlah yang menjalankan budayanya.
Nah, kalau melihat definisi budaya dari para ahli ini, berarti apa yang dimuat di seluruh halaman BPost adalah halaman budaya. Seluruh halaman memuat aktivitas manusia sebagai bagian dari budaya. Entah itu budaya tradisional, modern, cyber, atau aneka ragam perkembangan budaya lain. Berita kriminal jelas berhubungan dengan aktivitas manusia, korupsi juga merupakan bagian dari budaya, olah raga juga bagian dari budaya, lalu budaya mana yang dimaksud kawan-kawan tadi?
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua bahkan mendefinisikan budaya menjadi empat, 1)pikiran, akal budi: hasil; 2)adat istiadat, menyelidiki bahasa; 3)sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju) dan 4)sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.
Itu baru masalah definisi budaya, belum lagi menyangkut selera manusia (selera termasuk bagian dari budaya juga). Kalau sudah bicara selera, tidak bisa tidak, sebagai sebuah institusi bisnis harus memenuhi selera pembaca. Karena, kalau tidak memenuhi selera, maka perusahaan akan tutup karena tidak ada pembacanya. Nah, saat ini, pembaca hal-hal yang dimaksud budaya oleh kawan-kawan tadi, jujur saja sudah sulit sekali menarik minat sebagian besar pembaca. Kecuali dikemas dengan sangat menarik.
Jumlah pembaca puisi, kemungkinan besar hanya terdiri dari beberapa gelintir orang saja. Pembaca rubrik cerpen pastilah hanya dari kalangan tertentu. Survey besar-besaran yang dilakukan harian ini terhadap ribuan pembacanya beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa halaman dengan berita-berita daerah masih menempati rating tertinggi, disusul berita-berita olah raga dan selebriti. Berita lain yang mendapat porsi adalah kriminal dan pemerintahan.
Nah, sekarang saya jadi lega. Meski tidak ngomong secara langsung kepada kawan-kawan yang protes tadi, setidaknya saya sudah mengeluarkan uneg-uneg saya tentang budaya. Dan terakhir, menumpahkan uneg-uneg di blog ini merupakan budaya yang agak baru bagi masyarakat. Meski sudah lama berlangsung, tapi setidaknya ngeblog jadi trend di tahun 2007 ini, yang berarti ada budaya baru bernama ngeblog...
salam,
Banjarbaru, Kalsel,
Jumat, 14 Desember 2007
Dulu, kata kawan-kawan ini, BPost sering mengupas masalah puisi, sajak, tradisi orang dayak, atau tari-tarian lokal. Sekarang, hal itu hanya sedikit sekali porsinya. Kalaupun ada, letaknya sangat terpinggirkan, dan dimuat sekali seminggu.
Sejenak saya jadi bingung. Saya kurang paham dengan apa yang dimaksud dengan budaya oleh kawan-kawan ini. Apakah budaya itu berupa puisi, sajak, cerpen, tari-tarian, atau masalah yang berhubungan dengan sesuatu yang berbau tradisional.
Jelas sekali, hal ini sangat berbeda dengan apa yang saya peroleh dari bangku sekolah. Menurut beberapa ahli kebudayaan, bahwa budaya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia. Jadi, menurut para ahli ini, tata cara makan, bersosialisasi, bahasa, berburu, menari, melukis, korupsi, hingga agama adalah bagian dari budaya.
Apalagi, saat ini budaya manusia telah berkembang pesat. Hal ini, tentu saja akibat perkembangan dunia mesin dan komputer. Saat ini, orang pacaran hanya melalui internet atau telepon genggam saja. Orang mencari jodoh hanya lewat chating saja, orang mengaji dan mendengarkan ayat-ayat Alqur'an hanya dengan mengirim SMS saja. Ini semua adalah budaya manusia yang telah berkembang.
Pakar budaya terkini dengan radikal bahkan mengatakan, budaya manusia kini telah mati. Kini, yang ada dan hidup adalah mesin-mesin dan komputer. Apa yang dulu dikerjakan oleh manusia sebagai wujud pengejawantahan kebudayaan telah diganti oleh mesin-mesin dan komputer. Manusia tinggal klik tombol-tombol saja, dan mesin-mesinlah yang menjalankan budayanya.
Nah, kalau melihat definisi budaya dari para ahli ini, berarti apa yang dimuat di seluruh halaman BPost adalah halaman budaya. Seluruh halaman memuat aktivitas manusia sebagai bagian dari budaya. Entah itu budaya tradisional, modern, cyber, atau aneka ragam perkembangan budaya lain. Berita kriminal jelas berhubungan dengan aktivitas manusia, korupsi juga merupakan bagian dari budaya, olah raga juga bagian dari budaya, lalu budaya mana yang dimaksud kawan-kawan tadi?
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua bahkan mendefinisikan budaya menjadi empat, 1)pikiran, akal budi: hasil; 2)adat istiadat, menyelidiki bahasa; 3)sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju) dan 4)sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.
Itu baru masalah definisi budaya, belum lagi menyangkut selera manusia (selera termasuk bagian dari budaya juga). Kalau sudah bicara selera, tidak bisa tidak, sebagai sebuah institusi bisnis harus memenuhi selera pembaca. Karena, kalau tidak memenuhi selera, maka perusahaan akan tutup karena tidak ada pembacanya. Nah, saat ini, pembaca hal-hal yang dimaksud budaya oleh kawan-kawan tadi, jujur saja sudah sulit sekali menarik minat sebagian besar pembaca. Kecuali dikemas dengan sangat menarik.
Jumlah pembaca puisi, kemungkinan besar hanya terdiri dari beberapa gelintir orang saja. Pembaca rubrik cerpen pastilah hanya dari kalangan tertentu. Survey besar-besaran yang dilakukan harian ini terhadap ribuan pembacanya beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa halaman dengan berita-berita daerah masih menempati rating tertinggi, disusul berita-berita olah raga dan selebriti. Berita lain yang mendapat porsi adalah kriminal dan pemerintahan.
Nah, sekarang saya jadi lega. Meski tidak ngomong secara langsung kepada kawan-kawan yang protes tadi, setidaknya saya sudah mengeluarkan uneg-uneg saya tentang budaya. Dan terakhir, menumpahkan uneg-uneg di blog ini merupakan budaya yang agak baru bagi masyarakat. Meski sudah lama berlangsung, tapi setidaknya ngeblog jadi trend di tahun 2007 ini, yang berarti ada budaya baru bernama ngeblog...
salam,
Banjarbaru, Kalsel,
Jumat, 14 Desember 2007
wogh saya jd tersanjung. saya manusia berbudaya saya kan blogger (alah pemula we guaya) huehuehue...
BalasHapusmampir pak http://rocantronik.blogspot.com
siapa tau tertarik invest di bisnis pulsa hi..hi..
Pak Sigit, saya barusan buat tutorial kecil cara membuat link "Baca selengkapnya...." Monggo dicoba. Kalau ada yang bisa dibantu, jangan sungkan-sungkan kontak juga. :)
BalasHapusok pak medhy, tks bgt udah bantuin, bentar lagi aku buka yahh..
BalasHapushahaha... akhirnya pak gebe jadi berbudaya dengan blog barunya...
BalasHapusok nanti aku nunut baca ya, sekalian ijin aku link
Mas, bicara budaya memang sangat luas. Soal politik juga soal budaya. Tergantung dari sudut mana memandangnya. Adapun persoalan BPost yang sudah semakin jauh dari masalah kebudayaan bukan karena tak ada ruang puisi dan cerpen saja, tapi karena tulisan-tulisan yang manyangkut kebudayaan (secara makro sekali pun) hampir tak ada. Lihat saja opini-opini yang boleh masuk dan terbit, sangat mengarah kepada persoalan sosial dan politik. Apalagi tulisan yang langsung oleh redaksinya sendiri. Jika kita melihat induk BPost sendiri, yaitu Kompas, masih ada kolom Humaniora tiap hari. Hari Minggu, Kompas malah sangat memanjakan persoalan budaya.
BalasHapusSekarang, BPOst sudah mulai membuka diri. Mudah-mudahan bisa lebih semarak. Bukan sekadar rubrik puisi atau cerpen, tapi lebih dari itu.
Jadi, jika bicara rubrik budaya di media massa, lihat Kompas, Media Indonesia, atau Republika, atau untuk lokal Radar Banjarmasin.
Jika BPost ingin memenuhi pangsa pasar di pedesaan, kan sudah ada Spirit. Atau buka lagi edisi Kompost seperti tahun 80-an.
Ok, Mas jurnalis! Tetaplah idealis.
Pena Anda adalah suara Tuhan.
Jadi, jujur dan teruslah jujur.
Jangan takut risiko kejujuran. Rejeki Allah yang atur.
Sori, agak serius!
Lagi kedinginan abis hujan.
Salam!
(Kapan kirim foto-foto indosat peduli via e-mai?)
Tabik!
@mas anonim, wah oke banget tuh masukannya mas. Makasih banget ya...
HapusMas, bicara budaya memang sangat luas. Soal politik juga soal budaya. Tergantung dari sudut mana memandangnya. Adapun persoalan BPost yang sudah semakin jauh dari masalah kebudayaan bukan karena tak ada ruang puisi dan cerpen saja, tapi karena tulisan-tulisan yang manyangkut kebudayaan (secara makro sekali pun) hampir tak ada. Lihat saja opini-opini yang boleh masuk dan terbit, sangat mengarah kepada persoalan sosial dan politik. Apalagi tulisan yang langsung oleh redaksinya sendiri. Jika kita melihat induk BPost sendiri, yaitu Kompas, masih ada kolom Humaniora tiap hari. Hari Minggu, Kompas malah sangat memanjakan persoalan budaya.
BalasHapusSekarang, BPOst sudah mulai membuka diri. Mudah-mudahan bisa lebih semarak. Bukan sekadar rubrik puisi atau cerpen, tapi lebih dari itu.
Jadi, jika bicara rubrik budaya di media massa, lihat Kompas, Media Indonesia, atau Republika, atau untuk lokal Radar Banjarmasin.
Jika BPost ingin memenuhi pangsa pasar di pedesaan, kan sudah ada Spirit. Atau buka lagi edisi Kompost seperti tahun 80-an.
Ok, Mas jurnalis! Tetaplah idealis.
Pena Anda adalah suara Tuhan.
Jadi, jujur dan teruslah jujur.
Jangan takut risiko kejujuran. Rejeki Allah yang atur.
Sori, agak serius!
Lagi kedinginan abis hujan.
Salam!
(Kapan kirim foto-foto indosat peduli via e-mai?)
Tabik!
hehehe, wah ceritanya saya dijewer sama pak guru neeh...
BalasHapusTerima kasih sudah baca dan mulai mempercayai BPost Pak. Soal idealis, rasanya kurang pantas saya menerima "tuduhan" idealis itu, terutama setelah membaca blog anda yang luar biasa itu. Blog anda baru layak disebut idealis.
Soal kejujuran, doakan saya bisa menjalankannya, karena sekarang saya baru pada taraf belajar kata "jujur", terlebih lagi ikhlas.
Bila sudah paham terhadap makhluk yang namanya ikhlas, betul kata anda, rejeki sudah ada yang ngatur, jadi tak perlu khawatir...
salam pak guru, teruslah berkarya secara cerdas menyuarakan kebenaran, kesejukan dan kedamaian...
abah re,
Kunjungan Rutin.... Mampir ya Http://star-tronik.blogspot.com
BalasHapusvoucer reload: terima kasih yah udah berkunjung..
BalasHapus