Ini tentang kisah seorang PNS. Seorang pelayan masyarakat yang bermimpi ingin menambah penghasilan dengan cara yang amat mudah. Tapi, karena perhitungannya tidak matang, setidaknya tentang resiko sebuah investasi, akhirnya berakhir jadi bencana bagi diri dan keluarganya.
Kisah ini bermula tahun 2003/2004 yang lalu. Saat itu di Banjarmasin sedang booming investasi berkedok voucher isi ulang sebuah produk seluller. Ada beberapa orang yang memegang kendali bisnis voucher isi ulang ini di Banjarmasin, yang selanjutnya disebut bos voucher. Ada sekitar lima bos voucher yang saat itu sempat kaya raya, tapi kini, mereka semua mendekam di balik jeruji besi karena investasinya berakhir berantakan.
Salah satu bos voucher yang saya kenal bernama Erni "voucher" Sulistiyowati. Sarjana Ekonomi lulusan universitas negeri di Kalsel ini, konon berhasil menggalang investasi sekitar Rp 125 miliar dari ribuan pengindennya. Saya kenal sekali dengan Erni karena saya yang pertama kali memberitakan tanda-tanda kebangkrutan bisnisnya di Banjarmasin Post. Begitu pula saat pertama kali Erni ditangkap Polda Kalsel dari pelariannya selama beberapa pekan di Jawa Barat.
Bisnisnya bermula dari jualan voucher keliling gerai ponsel secara kecil-kecilan. Karena peminatnya cukup banyak, dia berani menggalang puluhan gerai di Banjarmasin agar pesan voucher kepadanya dengan cara inden. Saat itu, paling minim, seseorang harus menginden voucher sebesar Rp 9 juta. Dengan Rp 9 juta itu, seseorang telah menginden 100 buah voucher isi ulang, karena satu lembar voucher dihargai Rp 90 ribu.
Seorang penginden Rp 9 juta, akan mendapat pengembalian uang Rp 400 ribu perminggu (Rp 1,6 juta per bulan atau Rp 16 juta per 10 bulan). Uang itu akan diterima penginden selama 10 bulan kedepan, dan bila mau diteruskan, penginden tak perlu mengambil uang investasinya yang sebesar Rp 9 juta itu. Dengan tidak diambil, otomatis investasinya akan diperpanjang.
Erni berani membayar Rp 400 ribu perminggu ke penginden karena dia berhasil menjual voucher seharga Rp 94 ribu hingga Rp 97 ribu perlembar hingga ke luar pulau Kalimantan. Artinya dari 100 voucher penginden, dia berhasil menjualnya menjadi Rp 9,4 juta hingga Rp 9,7 juta. Berarti ada keuntungan Rp 4-7 juta sekali jual. Dalam seminggu, dia bisa melipatgandakan hasil penjualan itu.
Konon kabarnya, pada tahun-tahun itu, voucher isi ulang sempat langka di beberapa kota dan pulau di Indonesia karena "ditahan" di Banjarmasin. Bisnis pun berkembang, penginden semakin banyak, bos voucher juga makin bertambah. Konon kabarnya, dari perhitungan Polda Kalsel, ratusan miliar berhasil digalang beberapa bos voucher asal Banjarmasin. Perusahaan selulernya pun tak bisa berbuat banyak, karena merasa sudah menyebar vouchernya ke seluruh kota di Indonesia, tapi ternyata diborong orang-orang Banjarmasin dan dikumpulkan di kota ini.
Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saja bisnis Erni goyah. Katanya ada jaringan bisnis yang sangat kuat di Jakarta yang sengaja menghancurkan bisnis voucher ini. Karena bisnis ini atas dasar kepercayaan, bisnis Erni jadi goyah beneran karena ratusan pengindennya mulai menarik modalnya karena takut. Masih ada yang untung modalnya bisa kembali, tapi sangat banyak yang modalnya tak bisa ditarik karena Erni sudah keburu bangkrut.
Erni pun ditangkap. Dengan alasan akan negosiasi ke perusahaan seluler bersangkutan di Jakarta, ternyata Erni malah berhasil kabur dari tangan Polda Kalsel. Perburuan pun dimulai, dan akhirnya berhasil ditangkap di Jawa Barat, dan kini telah dibui atas dua tuduhan dengan vonis penjara tiga dan lima tahun.
Kembali ke kawan PNS tadi, karena tergiur besarnya pengembalian investasi, dia berani menggadaikan SK PNS-nya dan sejumlah akta tanah ke sebuah bank. Entah bagaimana caranya, dia berhasil mengumpulkan uang sebanyak Rp 60 juta, dan disetorkan semuanya ke Erni. Karena Erni bangkrut dan modalnya tak bisa ditarik, kini dia harus membayar cicilan hutangnya sebesar Rp 600 ribu per bulan hingga masa pensiunnya nanti.
Kisahnya semakin memilukan karena istrinya tidak bisa menerima kenyataan, hingga akhirnya menjadi stroke, badannya mati separo. Tiga anaknya pun masih belum bisa menerima kenyataan pahit itu hingga sekarang.
Dia pun stress oleh keadaan, harus membayar cicilan utang, tidak bisa terima uangnya hilang, keluarganya berantarakan, dan pekerjaannya pun berantakan. Dia pernah mencoba mengakhiri hidupnya, tapi beruntung masih bisa diselamatkan tetangganya. Kini, dua anaknya telah putus sekolah karena tidak ada biaya. Satu-satunya rumah warisan orangtuanya juga telah dijual untuk membiayai hidup, dan kini mereka ngontrak.
Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, malam hari dia nyambi ngojek. Terkadang harus ijin ke pimpinannya karena nyambi jadi tukang batu atau kerja serabutan lainnya. Pernah suatu saat, dia menangis di hadapan saya. Dia mengatakan sudah putus asa dan merasa sangat berdosa kepada keluarganya, terutama kepada istrinya yang kini tergolek lemah di kamarnya.
Saat itu, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya bisa melebarkan telinga saya untuk menjadi pendengar yang baik. Hanya air putih saja yang bisa saya suguhkan kepadanya saat itu. Syukurlah, setelah dia menangis menumpahkan semua uneg-unegnya, dia jadi agak ringan saat itu.
Beberapa hari lalu, secara tidak sengaja, saya bertemu lagi dengannya. Berbeda dengan waktu sebelumnya, kemarin dia tampak ceria. Wajahnya tidak kusut lagi. Dengan hati-hati saya menanyakan perubahan sikapnya. Dan dengan mantap, dia menjawab bahwa dirinya kini bisa hidup tenang setelah mengikhlaskan semuanya kepada Yang Maha Kuasa.
Dalam kurun waktu satu tahun setelah dia mengikhlaskan semuanya, ternyata rejekinya pun berubah. Kini, dia punya usaha sampingan besi dan kertas bekas. Dalam satu bulan, dia bisa menyisihkan uang Rp 3 juta. Tidak itu saja, dia juga bisa memberi pekerjaan kepada tujuh orang anak buahnya. Dan yang lebih membahagiakan, ketiga anaknya kini sudah tidak memusuhinya lagi. Alhamdulillah.
salam,
Banjarbaru, Kalsel
Senin, 17 Desember 2007
Ya, itulah hidup Pak, nasib baik?nasib buruk?siapa yang tahu?
BalasHapusSeseuatu yang baik blm tentu bener2 baik, dan seseuatu yg buruk belum tentu bener2 buruk.He..he...
Ya, jangan menyerah en tetap percaya endingnya akan baik, kl blm baik ya blm endingnya
elsye
mengalirsaja.blogspot.com
(makasih dah mampir, kok nama blognya mirip2 ya :p)
iya, mbak elsye, makasih juga udah mampir ke sini.
BalasHapussoal blog yang mirip2, mungkin karena kebetulan aja kali yahh.. tapi aku memang seneng dengan sesuatu yang mengalir, air, udara (gelombang) dan hidup itu sendiri.
Semuanya mengalir ke arah akhir yang juga sebagai awal dari kehidupan berikutnya. siklus kehidupan itupun juga mengalir terus... (nah loh, kok malah kotbah)
ok mbak elsye, makasih...