Ini adalah hari terakhir di tahun 2007. Beberapa jam lagi kita akan memasuki tahun 2008. Banyak harapan yang akan kita ukir di tahun depan, dan banyak pula pahatan kenangan di tahun 2007 ini. Seolah menjadi rutinitas, pergantian tahun selalu diwarnai oleh gegap gempita pesta. Saya akan mengawalinya dengan ucapan, SELAMAT TAHUN BARU 2008, untuk saya, keluarga, dan untuk anda semua kawan-kawan yang aktif di blog ini, dan untuk semua orang.
Siang ini, tiba-tiba saja saya kehilangan semangat kerja. Seorang kawan yang telah setahun bergabung bersama di kantor ini, tiba-tiba saja harus menerima kenyataan pahit. Sebuah surat PHK harus diterimanya menjelang pesta perhelatan ganti tahun tanpa alasan yang jelas. Sedikit alasan yang saya tahu, perusahaan ingin merampingkan karyawan demi sebuah efisiensi. Sebuah alasan klasik yang saya yakin bukan satu-satunya jalan keluar. Bukan jalan keluar yang terbaik. Bahkan satu jalan yang akan membawa rentetan panjang masalah lainnya, masalah yang menyesakkan dada.
Sebagai seorang kawan, saya hanya bisa mendoakan semoga diberi penghidupan yang jauh lebih layak. Saya tidak bisa memberi lebih dari itu, karena kami sama-sama buruh yang nasibnya ditentukan oleh beberapa orang saja di kantor. Dan saya yakin, kawan saya tidak siap menerima kenyataan pahit ini. Meski persahabatan tidak akan pernah luntur oleh sekat pekerjaan, jabatan atau sekat lainnya yang dibuat oleh manusia, tetap saja rasa haru menyelimuti hati kami.
Sama seperti kawan tadi, saya pun tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau boleh ikut menentukan kebijakan, saya akan mengusulkan agar pemutusan hubungan kerja ditiadakan sama sekali. Sebagai gantinya secara berkala diberikan kenaikan gaji atau pemberian penghargaan yang setulus-tulusnya karena tidak akan ada bos besar jika tidak ada kawan kecil. Semua saling membutuhkan. Semua saling menguntungkan dan saling membantu. Tapi ya itu tadi, namanya buruh sampai kapanpun tidak akan pernah bisa ikut memberikan nuansa kebijakan. Akan selalu terkalahkan.
Saya jadi teringat kata-kata seorang kawan, Tuhan telah menyediakan rejeki untuk semua makhluk yang diciptakannya. Jangankan manusia, cacing di dalam tanah pun, lahir langsung bisa makan. Seekor ikan, burung kecil atau hewan apapun, terlahir sudah lengkap dengan rejekinya. Hanya saja, meski semua rejeki itu disediakan secara sama oleh yang Maha Hidup, yang didapat sering tidak sama. Membaca banyak buku dan dialog dengan banyak orang, saya jadi tahu bahwa perbedaan rejeki itu tidak harus membuat seseorang menjadi terbebani. Nikmat atas rejeki itu tergantung bagaimana kita mensyukurinya.
Ya, hanya dengan mensyukuri segala nikmat yang diberikan oleh Semesta ini, kita akan mendapat banyak sekali limpahan rejeki yang memang telah disediakan untuk kita. Mungkin saja, Tuhan telah merencanakan sesuatu yang lebih besar untuknya. Mungkin Tuhan telah menyediakan rejeki lainnya yang jauh lebih besar lagi. Bukankah PHK termasuk sebuah ujian. Bukankah, orang harus diuji dulu sebelum dinyatakan lulus ke jenjang yang lebih tinggi. Bukankah seseorang harus lulus ujian kalau mau naik kelas.
Seorang guru kehidupan, Gede Prama pernah bertutur, rasa sakit diperlukan sebagai penyeimbang. Ya, alam semesta memang dibuat dengan penuh keseimbangan. Keseimbangan itu berlaku secara otomatis. Tidak ada sesuatu yang besar jika tidak ada penyeimbang berupa sesuatu yang kecil. Tidak ada orang kaya jika tidak ada pembanding miskin. Tidak ada sesuatu yang panjang jika tidak ada yang disebut dengan pendek. Ya, semua itu telah diciptakan sebagai sebuah penyeimbang. Kesempurnaan alam semesta ini justru terletak pada harmoni perbedaan itu.
Kenyataannya, memang banyak sekali orang-orang yang kurang beruntung di dunia ini. Merasa hidup miskin, serba kesulitan, dan serba kekurangan lainnya. Tapi kalau mau jujur, sesungguhnya banyak orang yang berlimpah harta, tapi hidupnya tidak bahagia. Di sisi lain, banyak orang yang secara harta sangat kekurangan, tapi bisa hidup bahagia, bisa menikmati kehidupan. Jika melihat dua analogi itu, kita bisa tahu bahwa kebahagiaan itu tidak hanya terletak pada kepemilikan harta saja. Banyak unsur lain yang bisa membuat seseorang menjadi bahagia.
Untung di PHK saat masih bujang, coba kalau sudah punya anak istri, tentu akan tambah pusing. Untung masih punya gaji kecil, karena masih banyak orang-orang yang tidak punya gaji yang jelas. Untung hanya di PHK, coba kalau lebih dari itu. Dan masih banyak sekali kalimat-kalimat yang bisa diucapkan untuk melepaskan diri dari tekanan hidup.
Inti dari semua ini adalah syukur. Bila kita mau jujur, seharusnya kita memang malu sebagai makhluk yang hanya bisa menuntut saja. Padahal, tuntutan yang kita ajukan itu sering tidak relevan, tidak jelas. Pasalnya, segala apa yang dibutuhkan makhluk ciptaan Tuhan sudah tersedia, lalu kenapa masih saja menuntut dan terus menuntut?
Untuk kawan saya, PHK bukan akhir dari segala-galanya, bukan akhir sebuah kehidupan. Justru saya berharap, ini menjadi sebuah awal dari kehidupan baru, kehidupan yang jauh lebih baik, kehidupan yang jauh lebih manusiawi, kehidupan yang membawa kebahagiaaan. Kebahagiaan yang sesungguhnya...
salam,
Banjarbaru
Senin, 31 Desember 2007
selamat tahun baru... blognya bagus, tulisannya dalam bgt...
BalasHapusdan salam kenal
selamat tahun baru bos
BalasHapusterima kasih mas dedy sudah mampir, selamat tahun baru juga...
BalasHapusUntuk "wonk ndeso" yang ternyata Pak Bechi, selamat tahun baru juga... bikin blog donk bos, biar bisa tuker pikiran, otre... sukses selalu yah...
BalasHapus