Minggu, 30 September 2012

jokowi

Kemenangan Joko Widodo alias Jokowi dalam Pemilukada DKI Jakarta sudah diprediksi banyak pihak. Meski ia hanya didukung PDIP dan Gerindra, dan dikeroyok partai-partai besar, tapi sejumlah pihak tetap memprediksi kemenangan Jokowi-Ahok.

Kemunculan Jokowi dalam Pemilukada DKI Jakarta memang cukup fenomenal. Datang dari Solo, sebuah kota kecil di Jawa Tengah, ia mengadu peruntungan di Ibu Kota Indonesia. Ingin menjadi gubernur pula, betapa pedenya dia. Seiring dengan kemunculannya yang fenomenal, dan mampu mengalahkan incumbent di putaran pertama, dan mempecundangi pesaing berat lainnya, ia juga mampu memutarbalikkan fakta.


Pada putaran pertama, hampir seluruh lembaga survey menjagokan Foke-Nara. Tapi secara mengejutkan, Jokowi bisa mengubah rasionalitas lembaga survey, bahkan bisa dibilang mempermalukannya. Ia menang telak dibanding pesaing lainnya. Bahkan mempermalukan pasangan incumbent yang didukung partai pemenang pemilu Indonesia, Partai Demokrat. Calon dari Golkar yang sebelumnya didongkrak habis-habisan oleh media massa milik penguasa parpol ini bahkan tidak berkutik.

Yang menarik untuk dicermati dari kemenangan Jokowi bukan soal hitung-hitungan di atas kertas, seperti yang selama ini dilakukan lembaga survey. Tapi, Jokowi tahu betul dengan konsep psikosibernetik. Dan ia meyakini betul bahwa dengan psikosibernetik, seberat apapun keinginan atau cita-cita bisa dicapai. Apalagi jika pencapaian cita-cita itu dilakukan dengan segenap kekuatan, termasuk kekuatan bawah sadar.

Ya, Jokowi tahu persis soal itu. Mungkin publik masih sangat ingat ketika Jokowi ditanya sejumlah wartawan yang menanyakan, apa yang akan dilakukannya jika kalah. Siapkah ia menghadapi kekalahan. Tiap kali pertanyaan itu diajukan kepadanya, jawabannya cuma satu, "Maaf saya cuma siap untuk menang" atau "Saya mempersiapkan diri hanya untuk menang."Pertanyaan itu sudah berulangkali ditanyakan wartawan berbagai media, dan jawabannya selalu seperti itu.

Apa yang dilakukan Jokowi itu adalah sebuah prinsip psikosibernetik. Yaitu selalu fokus mengejar apa yang dicita-citakan. Tak peduli seberat apapun rintangan mengadang, jika yakin cita-cita bisa dicapai, alam semesta pasti mendukung.

Dalam prinsip psikosibernetik, kita memang dituntut untuk selalu fokus pada apa yang kita cita-citakan. Bahkan kita diminta membayangkan bahwa kita telah berhasil mencapai cita- cita itu. Makanya, Jokowi selalu mengatakan bahwa ia hanya siap untuk menang. Ia fokus pada kemenangan, dan akhirnya ia memang benar-benar memenangi Pemilukada DKI Jakarta.

Memang, kerja tim sukses Jokowi-Ahok tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka yang konon hanya berjumlah 31 orang ini bekerja keras untuk membentuk opini publik sedemikian rupa agar masyarakat benar-benar militan mendukung Jokowi. Merekalah yang juga merekrut relawan-relawan militan demi pemenangan Jokowi di DKI 1.

Tapi sekali lagi, kinerja alam bawah sadar jauh lebih dahsyat ketimbang kinerja fisik, termasuk logika. Karena, alam bawah sadar bisa berkomunikasi langsung dengan alam semesta. Bahasa alam semesta ini berbentuk visualisasi, dan itu hanya bisa ditangkap secara jelas oleh alam bawah sadar manusia. Ibarat udara yang tak terpisahkan antara di ruang tamu, dapur dan di luar rumah, begitulah hubungan alam bawah sadar manusia dengan alam semesta. Jadi, sekali keinginan diniatkan, langsung direspons saat itu juga oleh alam semesta.

Saya jadi teringat kisah kehidupan Erbe Sentanu, penulis Quantum Ikhlas yang fenomenal itu. Meski dokter dengan ilmu modernnya telah memvonisnya tidak bakal punya keturunan, nyatanya ia bisa punya keturunan. Saat dokter memvonisnya, ia lalu mengikhlaskannya kepada Allah SWT. Tiap waktu, tiap hari, Ia selalu membayangkan mempunyai anak yang lucu. Ia menempelkan gambar-gambar anak kecil di rumahnya. Bersama sang istri, ia terus membayangkan dan fokus punya anak. Dan nyatanya, rasionalitas manusia yang dinyatakan oleh sang dokter bisa terbantahkan. Dokter pun dibuat geleng-geleng kepala.

Menurut konsep The Law of Atraction, jika kita fokus pada keinginan atau cita-cita, maka alam semesta akan mengirimkan semua hal yang terkait dengan pencapaian cita-cita itu. Makanya tak heran, ribuan orang di seluruh Indonesia rela menjadi relawan Jokowi meski tanpa dibayar. Bahkan para relawan itu siap melakukan apa saja demi kemenangan si baju kotak-kotak itu. Lucunya, para relawan itu tidak hanya datang dari Jakarta atau Solo, asal Jokowi, tapi datang dari seluruh Indonesia meskipun tidak ada sangkut pautnya dengan Pilkada DKI Jakarta.

Jika kita menyimak berita-berita seputar Jokowi di media online, terlihat jelas bahwa relawan itu sangat militan mendukung Jokowi. Tiap komentar yang menyudutkan Jokowi, selalu dibalas dengan hujatan. Seolah mereka tidak rela jika Jokowi dijelek-jelekkan. Bahkan ketika Amien Rais mengomentari penghargaan Jokowi sebagai wali kota terbaik dunia, pendiri PAN itu langsung dihujat ribuan pendukung Jokowi.

Di Kompas.com, Amien Rais menyatakan bahwa penghargaan sebagai wali kota terbaik dunia adalah menyesatkan. Karena, di Solo ada banyak daerah yang tidak ditangani secara baik. Akibatnya bisa ditebak, alam semesta balik menghujat Amien Rais. Ribuan pendukung Jokowi menghujat habis Amien Rais. Konon, komentar seputar berita ini di Kompas.com masih berlanjut hingga beberapa hari. Bahkan ada beberapa relawan yang sampai menarik berita ini ke facebook. Akibatnya, halaman facebook menjadi semacam halaman khusus untuk mengecam Amien Rais.

Seorang teman sekelas Jokowi saat di SMAN 6 Solo mengatakan, Jokowi selalu rangking 1 di kelasnya. Jokowi tidak mau menjadi rangking 2 atau berikutnya. Yang ada di kepalanya hanyalah rangking 1. Sikap tegas untuk memperoleh yang terbaik selalu dilakukan Jokowi. Tak heran ia terpilih menjadi wali kota Solo dua kali.

Kini, Jokowi telah ditetapkan KPU DKI Jakarta sebagai pemenang Pemilukada DKI, tinggal mengurus surat pemberhentian diri sebagai Wali Kota Solo. Setelah itu beres, ia akan dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Semoga Jokowi Ahok bisa merealisasikan janji-janjinya saat kampanye lalu, dan benar-benar bisa membentuk Jakarta lebih manusiawi. Semoga


Banjarmasin, 30 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar