Rabu, 27 Februari 2008

jual sayur

Tadi pagi aku jalan-jalan ke pasar. Bukan untuk belanja, hanya sekedar jalan-jalan saja. Sekedar refreshing sambil mengingat masa kecil dulu. Kebetulan, tadi aku melihat pemandangan seperti yang pernah aku alami dulu. Ada seorang anak kecil berusia sekitar lima tahun, membawa satu tas plastik berisi sayuran. Tangannya digandeng ibunya. Mulutnya penuh berisi permen yang ada tusuknya. Dulu, aku
juga seperti itu, jika diajak ke pasar, selalu minta dibelikan banyak sekali jajan pasar.


Tiba di los pasar, aku melihat banyak sekali pedagang menggelar dagangannya secara lesehan. Tempat itu becek sekali karena hujan deras mengguyur malam sebelumnya, dan pagi itupun gerimis masih juga turun lamat-lamat seolah belum puas kalau los
pasar itu berubah menjadi selokan dadakan.

Lalat bertebaran dimana-mana, seolah saling bersaing dengan bau ikan yang menyengat. Kawasan itu terlihat kumuh sekali. Para pedagang lesehan di tempat itu menggunakan plastik untuk menaruh barang dagangan, juga untuk atap mereka. Banyak tali=tali plastik diikat ke beberapa tiang bangunan tanpa aturan. Beberapa pembeli harus menunduk agar lehernya tidak terjerat tali plastik. Pembeli juga harus rapat©rapat menutup hidungnya jika tidak ingin sesak napas.

Di antara puluhan pedagang yang berdesak-desakan itu, ada seorang nenek tua renta. Tubuhnya keriput. Bajunya sudah banyak tambalan di sana sini. Dia terlihat setia menunggu barang dagangannya, sayur-sayuran. Dagangannya hanya sedikit, dua ikat kacang panjang,beberapa buah terong,satu gundukan cabe, dan satu gundukan bawang merah. Dagangan itu diletakkan di selembar karung plastik. Hampir semua sayur yang dijualnya itu sudah rusak. Maklum,barang dagangannya hanya sayur sortiran dari pedagang sayur yang membongkar dagangannya dari truk besar di kompleks pasar itu.

Sebetulnya, sayur itu sudah tidak layak dijual, tapi demi sesuap nasi, si nenek rela memilahnya dengan teliti dan menjualnya kembali. Modal adalah alasan utama kenapa si nenek memilih sayur sortiran itu sebagai barang dagangannya. Jika beruntung, si nenek
bisa mengumpulkan uang Rp 4000 atau Rp 6000 sehari. Itupun bila ada seseorang yang merasa kasihan kepadanya. Mungkin, para pembelinya akan membuang sayur yang dibelinya saat tiba di rumah. Iba menjadi alasan terbesar para pembeli memilih barang dagangannya, karena di kawasan itu ada ratusan pedagang sayur yang menawarkan barang dagangan yang masih sangat segar.

Hingga pukul 11.00 hari itu, rupanya hanya ada sedikit orang yang iba kepadanya. Akibatnya, barang dagangannya masih menumpuk di karung plastiknya. Karena lelah menunggu pembeli, atau karena alasan lain, si nenek tertidur di lembaran karungnya. Tangan kirinya digunakan untuk menopang dagunya sehingga dia tidak terjerembab dari tidurnya. Lalat-lalat berdansa merubung sayurnya. Mungkin tahu kalau sang empunya tertidur sehingga tak bisa mengusir mereka.

Sinar matahari panas, tanpa ampun menerobos si nenek melalui celah-celah atap plastik kumal di atasnya. Sinar yang menyilaukan mata itu tepat mengenai matanya yang cekung. Dia pun terbangun. Beberapa pedagang di tempatnya sudah mulai meninggalkan kawasan itu. Dia beringsut, mulai merapikan dagangannya. Mungkin hanya Rp 500 dia dapat pagi itu. Mungkin juga lebih. Semua barang dagangan itu dimasukkan ke dalam karung yang sebelumnya digunakan sebagai lambaran dagangan. Dengan langkah gontai, si nenek meninggalkan tempat kerjanya.

Bagi orang Jawa, hidup mandiri bagaikan sebuah harga diri. Tidak mau menyusahkan orang lain, bahkan keluarga sendiri, merupakan filosofi hidup, sebuah pilihan hidup. Meski sudah renta, meski anak sudah sukses semua, jualan di pasar tetap menjadi pilihan. Meski harus memulung sayur bekas, meski harus duduk berjam-jam di dekat
comberan penuh lalat, tetap lebih mulia daripada menggantungkan hidup kepada orang lain, termasuk anak sendiri. Lalu bagaimana dengan sang anak, yang digendong dalam kandungan selama sembilan bulan, yang dilahirkan dengan perjuangan antara hidup dan mati,yang disusui dan dibelai dengan penuh dedikasi?

Banjarbaru,
Rabu, 27 Februari 2008

2 komentar:

  1. Pagi Pak Sigit. :) Mana nih posting barunya?

    Hehehe.

    BalasHapus
  2. Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my blog, it is about the TV Digital, I hope you enjoy. The address is http://tv-digital-brasil.blogspot.com. A hug.

    BalasHapus