Rabu, 25 Februari 2009

salahkah ikhtiar ke Ponari

Kemunculan sang dukun cilik, Ponari asal Jombang, Jawa Timur, terus menghebohkan negeri ini. Aktivitasnya terus menjadi sorotan publik, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Setidaknya, 10 ribu masyarakat dari berbagai penjuru kota datang ke Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, tiap hari untuk memburu air bekas celupan batu ajaib miliknya.


Namun tragis, hingga kini telah tercatat lima nyawa melayang sia-sia akibat terinjak-injak saat mengantre air yang dianggap berkhasiat itu. Bisa dimaklumi, kebanyakan korban sudah renta, dan dalam kondisi kepayahan akibat sakit. Jangankan untuk berdesak-desakan, untuk berjalan kaki saja susah. Untuk meminimalisasi jatuhnya korban lebih banyak, kini pihak keamanan setempat membatasi pasien Ponari hanya 5000 orang saja per hari.

Fenomena pengobatan alternatif ala Ponari ini telah memunculkan banyak komentar, mulai dari yang logis, medis, ilmiah, hingga berbalut agama. Celakanya, kebanyakan komentar yang muncul seolah menyalahkan masyarakat yang datang ke Ponari. Bermacam label pun dialamatkan kepada ribuan "pasien" ini, mulai dari ndeso, tidak logis, kampungan, hingga syirik.

Meski begitu, mereka tetap bergeming. Ribuan warga tetap saja berdatangan ke rumah Ponari. Tak sedikit dari "pasien" Ponari ini yang berasal dari kalangan berpendidikan tinggi. Di antara mereka, ada yang menginap hingga beberapa hari demi mendapat pengobatan alternatif itu. Mereka tetap yakin bahwa air bekas celupan batu Ponari bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Saking yakinnya, beberapa warga bahkan rela meminum air comberan dari kamar mandi Ponari.

Beragam pendapat pun terus bermunculan. Para pengamat sosial menyorot, banyaknya pasien Ponari itu akibat kegagalan pemerintah dalam memberikan layanan pemerintah. Menteri Kesehatan, Fadilah Supari pun buru-buru menepis. Menurutnya, pemerintah telah memberikan layanan kesehatan yang cukup layak untuk masyarakat. Tak hanya obat murah yang diberikan, sejumlah fasilitas kesehatan juga bisa diakses gratis oleh masyarakat miskin.

Dari kalangan medis pun tak mau ketinggalan berkomentar. Menurut mereka, apa yang dilakukan ribuan pasien Ponari itu tak masuk akal. Bagaimana mungkin, air bekas celupan bisa mengobati beragam penyakit, mulai dari pilek, stroke, kanker, lumpuh, hingga beragam penyakit berat lainnya.

Tak lupa, dari kalangan agama buru-buru melampirkan label syirik kepada mereka. Menurut kalangan ini, percaya kepada hal-hal seperti itu dianggap syirik, alias menyekutukan Tuhan, atau menyamakan Tuhan dengan yang lainnya. Nah loh, masak iya sih, berikhtiar kok disebut syirik? Saya yakin, tidak mungkin para pasien Ponari itu berniat menyamakan Tuhan dengan batu Ponari. Apalagi membandingkan kekuasaan Tuhan dengan batu, jelas tidak mungkin!

Bagi yang suka menyematkan label yang satu ini (syirik) kepada orang lain, justru patut dipertanyakan kadar keagamaannya. Justru, kalangan ini yang malah menyamakan Tuhan dengan benda, barang, atau kekuatan lain yang jelas-jelas beda derajat dengan Tuhan. Atau setidaknya, kalangan ini menganggap Tuhan layak dibandingkan dengan benda ciptaannya. Padahal, ini jelas tidak mungkin. Ini beda sama sekali.

Lagi pula, kenapa hanya kepada hal-hal seperti ini, (syirik) dialamatkan. Kenapa label serupa tidak ditujukan kepada orang-orang yang datang ke dokter. Padahal, sangat jarang ada orang sakit pergi ke dokter sambil mengucap "dokter ini hanya sebagai perantara, yang menyembuhkan Tuhan." Yang terjadi, kebanyakan para pasien sangat memercayai dokter A, B, atau C, adalah dokter yang profesional, dokter spesialis yang ampuh, dll. Jika pergi ke dokter A, B, C, pastilah penyakit jadi sembuh.

Kenapa percaya ke dokter tidak disebut syirik, sebaliknya jika pergi ke Ponari dianggap syirik. Apa beda Ponari dan dokter? Jadi, kenapa syirik selalu dialamatkan ke hal-hal yang alternatif, dianggap tidak logis, dan sesuatu yang kurang populer di mata masyarakat.

Semua boleh berkomentar. Namun yang jelas, kedatangan ribuan "pasien" ke rumah Ponari itu bukan tanpa alasan. Mereka datang dengan sebuah tujuan. Memang ada yang cuma penasaran dengan sosok Ponari, ada juga yang sekedar iseng, tapi jauh lebih banyak yang betul-betul ingin berikhtiar. Ingin mencari penyembuhan dari penyakit menahun yang tak kunjung sembuh. Tak kunjung ketemu obatnya.

Banyak di antara "pasien" Ponari yang betul-betul mengidap penyakit yang membuat seseorang terpuruk, hingga mengancam kehidupannya. Orang-orang ini sudah putus asa, tak tahu ke mana lagi harus berobat. Kalangan medis pun sudah angkat tangan. Lalu, ke mana lagi mencari penyembuhan jika tidak lewat jalur alternatif semacam ini. Kemunculan Ponari dengan "tarif" ala kadarnya, jelas membuat angin segar bagi kalangan ini.

Simak saja dengan apa yang dialami Norsyaidah -perempuan yang dari perutnya keluar kawat- asal Bukit Pelangi Sangatta. Jika Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang selama ini digembar-gemborkan sebagai kalangan medis yang paling ilmiah, logis, atau rasional, ternyata sudah angkat tangan dengan penyakit aneh yang dideritanya. Lalu salahkah orang-orang yang menderita penyakit semacam ini berikhtiar ke rumah Ponari?

Artinya, kurang bijak kalau sekadar menyalahkan para "pasien" Ponari, lengkap dengan berbagai macam capnya, seperti syirik, kampungan, dan lain-lain yang kurang mengenakkan. Biar bagaimana pun, sebuah ikhtiar tetap sah-sah saja dilakukan. Apalagi, bila kalangan medis sudah menyatakan angkat tangan.

Mungkin, ada baiknya menyimak komentar Solahudin Wahid seperti dilansir media massa beberapa waktu lalu. Menurutnya, kurang bijak menyalahkan "pasien" Ponari. Kebanyakan dari mereka benar-benar sudah putus asa dengan penyakitnya. Mereka ingin berikhtiar mencari penyembuhan.

Untuk itu, menurut Gus Solah -panggilan adik Gus Dur ini- ada baiknya dilakukan inventarisasi. Berapa jumlah pasien yang sudah "diobati" Ponari, dan berapa persennya yang sembuh. Jika angka penyembuhannya meyakinkan, di atas 50-90 persen misalnya, maka tak ada salahnya Ponari dijadikan sebuah rujukan pengobatan alternatif.

2 komentar:

  1. sebenarnya ya nggak ada yang salah, mungkin juga nggak ada yang benar kali... semuanya bergantung pada niat awalnya...

    kalau niatnya baik, ya nggak salah,... eh ada nggak ya yang berniat jelek dg datang ke Ponari... hehehe...misalnya niat nyopet, njambret, karena kan banyak orang berjubel di sono...

    Salam Sukses Penuh Berkah dari Surabaya,

    Wuryanano
    Motivational Blog - Support Your Success
    Entrepreneur Campus - Support Your Future

    BalasHapus
  2. hehehe, betul juga pak. terima kasih ya sudah berkunjung ke sini. Jadi malu dikunjungi pakar motivator besar nih...

    BalasHapus