Kamis, 15 Desember 2011

jadi pengusaha tanpa modal

Kebanyakan dari kita, orang Indonesia, selalu terjebak pada mental blok, yaitu sikap yang membuat kita takut pada sesuatu yang tidak jelas. Akibatnya, rencana atau cita-cita yang telah kita susun tidak pernah terlaksana. Pendek kata, kita selalu mencari-cari alasan pembenar yang menyebabkan rencana atau cita-cita kita tidak pernah terlaksana. Menurut saya, ini adalah penyakit kronis yang sulit disembuhkan kecuali kita berada pada posisi terjepit.

Saya punya kenalan seorang teman. Ia datang dari Madura dan merantau ke Banjarmasin tanpa modal. Hidupnya pun menumpang di rumah rekan-rekannya dari Madura yang kebanyakan sebagai penjual sate dan tukang tambal ban. Tapi saya lihat ada sesuatu yang berbeda darinya. Ia sangat ulet dan tekun. Pada akhirnya, ia bisa survive, bahkan bisa mempunyai tabungan untuk keluarganya di rumah.

Saat awal di kota ini, ia tidak punya apa-apa, hingga pada akhirnya ia bisa beli sepeda motor second untuk usaha. Yang saya salut dari dia adalah, teman saya ini tidak pernah mengeluh. Dia bilang, kalau hanya cuma bisa mengeluh, ia dan keluarganya tidak akan pernah bisa makan. "Mengeluh tidak bisa membuat perut kenyang," katanya.

Dengan keuletannya, ia mau mengerjakan apa saja. "Yang penting halal," katanya lagi. Tiap pagi, ia nongkrong di tempat usaha temannya yang tukang tambal ban. Tapi, ia tidak sekadar nongkrong menganggur. Selain membantu menambal ban, ia juga selalu menyempatkan diri bertanya kepada penambal ban apa yang bisa ia bantu.

Pernah suatu ketika, saya menambal ban mobil di tempatnya nongkrong. Di sela-sela menambal ban ia menawari saya mengganti kaca spion saya yang pecah. Bagi saya, ini sebuah tawaran yang menarik. Karena selama beberapa bulan terakhir kaca spion saya yang kanan pecah karena ditabrak orang. Saya sudah berupaya mencari spion pengganti ke banyak toko spare part tapi tidak ada yang cocok. Kalau beli yang hampir sama, harganya Rp 750 ribu, dan itu pun harus pesan dari Jakarta.

Setelah tawar menawar, akhirnya dia sepakat mengganti kaca spion saya dengan tarif Rp 150 ribuan. Setelah menambal ban, ia pun mencopot kaca spion saya untuk di bawa ke tempat temannya yang lain. Dalam waktu kurang dari satu jam, ternyata spion saya sudah jadi. Dengan jujur, ia pun mengatakan, bahwa ongkos ganti dan pasang hanya Rp 125 ribu, karena kaca dan lem sudah tersedia, jadi ia tidak beli baru. Tapi karena sejak awal sudah deal Rp 150 ribu, saya tetap membayarnya Rp 150 ribu. Bagi saya itu tidak masalah, toh kalau beli di toko harganya sangat mahal, dan hasil pengerjaannya cukup baik.

Nah dari contoh itu, bisa diambil hikmahnya, bahwa jika kita mau berusaha, pasti ada jalan. Dengan keuletan dan pantang menyerah, teman saya bisa hidup survive. Bahkan ia bisa mendapat penghasilan tanpa modal. Kita juga bisa berbuat yang sama. Bahkan, kita bisa berbuat apa saja untuk menentukan masa depan kita sendiri. Bukankah masa depan kita ada di tangan kita sendiri? Sebetulnya, semua manusia dilahirkan dalam kondisi sama. Sama-sama tak berdaya. Tapi dalam perkembangannya, ada manusia yang miskin, kaya raya, menderita, atau bahagia.

"Tuhan tidak mengubah nasib kaumnya jika ia tidak mau mengubah dirinya sendiri" Artinya, Tuhan menyerahkan masa depan kepada kita. Kita bisa memilih untuk hidup miskin, kaya, atau bahagia. Semua terserah kita, tinggal kita mau atau tidak.

Jika sampai di sini kita masih tetap takut melangkah (lebih tepatnya takut pada sesuatu yang tidak jelas), ini ada sedikit ilustrasi yang mungkin bisa menjadi renungan. Saat lulus sekolah, entah itu SD, SMP atau SMA, saya selalu takut. Ketakutan saya adalah, apakah saya bisa atau mampu bersekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Tapi setelah menjalaninya, ternyata saya bisa lulus kuliah. Ketakutan itu terulang lagi setelah saya lulus kuliah. Saya bertanya dalam diri, apakah nanti saya bisa bekerja? Ternyata setelah menjalani hidup, dan berusaha, saya bisa dapat pekerjaan. Bahkan, pekerjaan ini saya dapatkan tak lama setelah wisuda.

Hal yang sama ternyata juga terjadi saat akan berumah tangga. Apakah nanti saya bisa menghidupi anak istri? Dan setelah menjalaninya, alhamdulillah ternyata perkawinan kami sudah masuk tahun ketujuh. Dan kabar baiknya, saya, anak dan istri tidak pernah kelaparan karena tidak bisa makan. hehehe...

Nah, dari sini kita bisa ambil kesimpulan, bahwa selama ini kita memang selalu takut pada sesuatu yang tidak jelas. Tapi setelah kita menjalaninya, ternyata selalu ada jalan atau cara untuk memecahkan persoalan yang menghadang hidup kita. Bukankah Tuhan telah berjanji bahwa Ia tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan manusia? Bukankah Tuhan mengajarkan pada kita banyak jalan untuk menyelesaikan masalah hidup? Semua kembali kepada diri kita.

Seorang motivator mengatakan, "Kesuksesan bisa diraih secara mudah jika kita pandai mengajukan/membuat pertanyaan." Kebanyakan dari kita menggunakan kata tanya "mengapa", sementara orang sukses selalu menggunakan kata tanya "bagaimana." Contohnya: kita sering bertanya, "mengapa gaji saya kecil? Mengapa saya hidup pas-pasan? Mengapa saya tidak punya ini dan itu? (selalu pesimis). Sementara para pengusaha dan orang-orang sukses selalu bertanya: "Bagaimana caranya saya bisa meningkatkan omset? Bagaimana caranya membeli apartemen mewah? Bagaimana caranya menambah income? dll (selalu optimistis).

Jika mental blok ini sudah bisa kita atasi, kita tinggal menentukan langkah besar selanjutnya. Buatlah mimpi besar untuk keluarga Anda ke depan. Jangan takut melangkah karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Masih banyak kawan baik, saudara atau teman lain yang siap membantu. Insya Allah... Semoga bermanfaat.


Banjarmasin, 15 Desember 2011

2 komentar:

  1. Makasih nih ilmunya sangat bermanfaat sekali gan...

    BalasHapus
  2. Sama-sama mas Pantangan Diare. Terima kasih udah berkunjung...

    BalasHapus