Selasa, 13 Desember 2011

mobil butut jadi rebutan




INI strategi yang cukup unik. Awalnya ini bermula dari kegemaran saya yang suka berpikir out of the box dan berpikir besar (halah). Sejak tiga tahun terakhir saya mempunyai mobil bekas, Suzuki Amenity tahun 1991. Saya membeli mobil ini seharga Rp 28,5 juta, dan setelah tiga tahun memakainya, saya berpikir untuk mengganti mobil ini dengan yang lebih muda. Bukannya kami tidak mau bersyukur, tapi dari hitung-hitungan biaya perawatan, mobil ini rada mahal.


Awalnya sempat kebingungan juga menjual mobil ini. Kalau dijual apa adanya, jelas harganya akan anjlok. Kemungkinan besar harganya cuma pada kisaran Rp 24 jutaan. Selain rugi, kami akan kesulitan mencari mobil lain, atau setidaknya diperlukan modal yang cukup besar untuk mengganti mobil dengan yang lebih muda.Tiba-tiba muncul ide gila, ya saya ingin menjual mobil saya seharga Rp 50 juta. Nah lho, gila kan?

Tapi bagi saya, tidak ada yang tidak mungkin terjadi di dunia ini. Asalkan kita mau berusaha, dan berdoa keras, semua pasti ada jalannya. Setelah putar otak sekian hari, pada akhirnya terlintas sebuah ide. Saat itu saya sedang membaca iklan rumah dijual di koran. Setelah saya kontak pemiliknya, ternyata rumah itu sudah sekian bulan diiklankan dan tidak laku. Lalu saya coba kontak pemilik rumah untuk saya ajak kerja sama.

Begini kerja samanya. Pemilik rumah itu ingin rumahnya terjual Rp 250 juta, sementara saya ingin mobil saya laku Rp 50 juta. Lalu saya tawarkan kepada pemilik rumah untuk menjualkan rumahnya dengan cara saya. Saya bilang ke pemilik rumah, saya yang akan menjualkan rumahnya termasuk mengiklankan di koran. Dengan catatan harga rumahnya tetap sesuai keinginannya.

Akhirnya terjadi deal. Ia ingin rumahnya terjual Rp 250 juta. Tapi kalau ada penawaran, harga terendah rumahnya harus Rp 240 juta. Saya pun mengiklankan rumah itu di koran seharga Rp 299 juta. Nah lho kok jadi mahal? Iya karena dengan harga segitu pembeli rumah akan mendapat bonus mobil secara gratis. Jadi di iklan koran,saya tulis "Jual rumah Rp 299 juta, bonus mobil."

Dengan harga segitu, mobil saya bisa terjual Rp 49 juta. Kenapa tidak saya tulis Rp 300 juta saja, sehingga mobil saya bisa dihargai Rp 50 juta. Itu hanya trik psikologis untuk memengaruhi calon pembeli. Dengan harga segitu, ia akan berpikir hanya akan mengeluarkan uang sebesar Rp 290 jutaan, bukan Rp 300 juta. (meski selisihnya hanya Rp 1 juta, tapi secara psikologis cukup berpengaruh).

Yang terlintas di pikiran saya adalah, kebanyakan orang, kalau diberi bonus pasti akan suka. Tak peduli itu orang miskin atau orang kaya, pasti akan senang diberi bonus. Salah satu buktinya adalah, saat saya mencuci mobil saya di pencucian, saya bertemu dengan seorang pengusaha kaya. Saat itu, orang itu sedang membaca iklan saya di koran. Setelah bicara panjang lebar, ternyata ia tertarik dengan iklan saya. Tapi sayang, ia sedang sibuk dan akan pergi ke luar kota, jadi tak sempat melihat rumah yang saya iklankan.

Selain itu, dengan sistem seperti ini, semua pihak akan jadi senang. Pemilik rumah senang karena diiklankan gratis dan harga rumahnya sesuai keinginan, saya juga senang mobil saya dihargai lebih mahal, dan pembeli rumah juga akan senang karena dia beli rumah dapat mobil. hehehe...

Beberapa hari berjalan, ternyata ada satu teman kantor saya yang juga ingin menjual rumahnya. Tapi ia kebingungan menentukan harga, karena rumahnya biasa saja, alias tidak ada nilai lebih yang bisa menarik hati calon pembeli. Akhirnya, setelah ngobrol, kita deal. Dia pun mengiklankan rumahnya dengan bonus mobil saya. Jadi dengan demikian, mobil saya yang butut itu sedang diperebutkan dua orang, walah...


Banjarmasin, 13 Desember 2011

2 komentar:

  1. gmn hasilnya gan?laku gk rumah bonus mobilnya?
    kenapa bs biaya perawatan amenitynya mahal gt?saya kebetulan jg pemilik amenity ni, salam kenal.

    BalasHapus