Selasa, 04 Januari 2011

matematika sedekah

TERNYATA betul, Tuhan memang tak pernah ingkar janji. Ia selalu menepati janjinya jika umatnya menjalankan perintahnya. IA telah berjanji dalam beberapa ayatnya, bahwa siapa yang mau bersedekah, maka akan dilipatgandakan rezekinya, dan dimudahkan segala urusannya.

Beberapa kawan yang kini sedang giat bersedekah mengatakan, setelah kerap bersedekah, hidupnya berubah menjadi menyenangkan, sekaligus menenangkan. Rezeki pun datang dari tempat-tempat yang tak pernah disangka-sangka. Dan kebahagiaan pun selalu menghampiri kelurganya.

Pernah suatu ketika ada seorang teman yang kesulitan menagih utang-utangnya pada relasi bisnisnya. Sudah berbulan-bulan ia menagih uangnya, tapi selalu saja ada alasan bagi relasinya untuk menghindar. Hingga suatu saat ada seorang kawan dekatnya yang sedang membutuhkan bantuan. Temannya itu ingin meminjam uang kepadanya sebesar Rp 500 ribu. Dengan ringan hati, ia pun meminjamkan uang itu. Bahkan ia mengikhlaskan uang itu kepada temannya yang membutuhkan uang itu. Ia pun meniatkan uang itu sebagai sedekah.

Keajaiban pun terjadi. Dua relasi bisnisnya yang selama ini selalu menghindar saat ditagih utangnya langsung menghubunginya. Dan dalam waktu sekejap ia pun memegang uang cash sebesar Rp 50 jutaan. Dan Tuhan pun kembali menepati janjinya: Bahwa sedekah bisa melancarkan urusan dan rezeki, menolak bala, dan mendatangkan keberkahan serta kebahagiaan.

Ustadz Yusuf Mansur dalam bukunya The Miracle of Giving (an introducing) mengatakan, Allah melipatgandakan rezeki umatnya yang mau bersedekah. Perkalian sedekah itu adalah 10 kali lipat, 70 kali lipat, 100 kali lipat, 700 kali lipat dan tak terhingga. Dan ternyata yang dialami kawan saya itu cocok. Rp 500 ribu dikembalikan Rp 50 jutaan. (dikalikan 100 kali).

Contoh lainnya dialami seorang penulis blog. Saat itu, seorang temannya diundang menjadi pembicara sebuah seminar, tapi karena sesuatu hal, ia menolak. Sebetulnya, penulis blog itu juga menolak karena sedang banyak kesibukan. Tapi karena itu tugas resmi dari kantor, maka ia bersedia menjadi pembicara pengganti pada hari Sabtu. Saat Salat Jumat, penulis blog itu bersedekah Rp 50 ribu dan dimasukkan ke dalam kotak amal masjid. Pulang dari masjid, ia merasa tenang dan bersyukur karena diberi kesempatan untuk bersedekah ke masjid.

Pada hari Sabtu, seperti yang telah direncanakan, ia pun menjadi pembicara seminar. Tak perlu waktu lama ia menjadi pembicara, hanya 40 menit waktu yang disediakan panitia untuknya. Usia menjadi pembicara, ia pun kaget karena dapat rezeki tak disangka-sangka. Jumlahnya pun lumayan, 10 kali lipat dari uangnya yang disedekahkan di kotak amal masjid sehari sebelumnya. Satu lagi matematika sedekah terbukti. Oh iya, hampir lupa, penulis blog itu adalah saya. (hehehe...)

Ustadz Yusuf Mansur, dalam bukunya juga menjelaskan hitung- hitungan matematika sedekah. Begini matematikanya: Jika kita punya uang Rp 1 juta, lalu kita sedekahkan Rp 100 ribu, maka uang kita akan menjadi Rp 1,9 juta. Lho kok bisa? Iya, karena uang yang kita sedekahkan Rp 100 ribu akan dikalikan 10, alias menjadi Rp 1 juta. Jadi uang kita bisa menjadi Rp 1,9 juta.

Dalam buku itu ada banyak lagi testimoni para pegiat sedekah. Ada banyak orang yang berhasil mencapai keinginan atau cita-citanya hanya dengan bersedekah. Ada banyak orang terbebas dari utang, ingin punya uang banyak, dan bahkan terkabul doanya untuk mempunyai anak hanya karena bersedekah.

Jadi ndak perlu takut harta berkurang karena bersedekah. Tak pernah ada cerita orang melarat karena bersedekah, justru yang banyak adalah sebaliknya. Dan Tuhan tak pernah ingkar janji. Ia pasti menepati janjinya. Justru dengan meyakini janji Tuhan itu, berarti kia juga menjalankan perintahnya, dengan kata lain disebut beribadah.

Ada seorang kawan yang terlalu rasionalis mempertanyakan keajaiban sedekah. Menurut dia, rezeki yang diterima seseorang tak ada kaitannya dengan sedekah, dan miracle yang terjadi hanya kebetulan saja. Ndak apa-apa, itu kan hanya pendapat mereka. Dan itu sah-sah saja.

Memang dalam konteks religi, yang diperlukan bukan otak kiri yang terlalu analitis, tapi otak kanan yang terkait dengan keyakinan. Meski demikian, bukan berarti otak kanan bukan sesuatu yang tidak rasional. Kebanyakan orang yang selalu membanggakan otak kirinya (baca: mengaku paling rasional) itu, tidak mampu memecahkan rasionalitas (misteri) keyakinan dan miracle ala religi.

Tapi tak perlu menyalahkan orang lain. Semua hal yang kini masih sebatas ditangkap dengan keyakinan, suatu saat pasti juga bisa diungkap dengan otak kiri. Tinggal menunggu waktu saja. Kalau kita mau belajar dari sejarah, orang-orang besar di dunia ini kerap dianggap gila. Mereka menemukan ide-ide besar dengan otak kanannya. Dengan penuh keyakinan mereka melakukan serangkaian ujicoba menggunakan otak kiri, dan akhirnya tercipta penemuan-penemuan besar.

Einstein, Socrates, penemu pesawat terbang, penemu listrik, telepon, dan penemu hal-hal besar lain, dulu juga dianggap kurang waras. Tapi waktulah yang membuktikan, dan akhirnya manusia di seluruh dunia kini yang menikmati penemuan-penemuan besar mereka. Yang jelas, otak kanan bisa menciptakan lompatan- lompatan besar, sedangkan otak kiri selalu selaras dan monoton.

Tak heran, para pengagum otak kiri hanya menjadi pegawai, karena hidupnya monoton dan menolak perubahan besar, (baca: kiri=kere. hahahaha. ini kata mas ippho santoso lho!). Sementara penggemar otak kanan selalu menjadi pengusaha karena pikirannya selalu out of the box.

Banjarmasin, 4 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar