Jumat, 26 Oktober 2012

jurus terbalik

Tanpa disadari, kita sering terbalik-balik dalam menjalani hidup ini. Mungkin karena orientasi hidup manusia yang telah beralih pada materi, dan telah jauh meninggalkan kehidupan spiritual. Hati dan jiwa yang semestinya juga diberi makan, ternyata tak mendapat jatah gizi yang memadai. Kita terlalu sibuk memenuhi nafsu fisik semata.


Ya, hati dan jiwa sepertinya telah dianaktirikan, sementara otak manusia selalu didewa- dewakan. Padahal, peran jiwa itu justru lebih dahsyat ketimbang kekuatan logika atau otak manusia. Berdasarkan penelitian, kekuatan otak kita hanya berkisar 12 persen dari seluruh potensi kekuatan manusia yang dahsyat itu.

Tapi itu bisa dimengerti mengingat sistem pendidikan dan teknologi yang kuat mencengkeram kehidupan manusia modern saat ini, lebih banyak datang dari dunia Barat yang berfaham materialistik.Akibatnya, budaya materilah yang lebih banyak dijadikan acuan.

Sejak kelas satu SD telah diajari cara bersaing. Tak ada lagi pelajaran tentang cara hormat menghormati, bekerja sama, atau mempererat pertemanan. Yang ada hanya bersaing di rangking, bahkan bersaing gadget di sekolah, memilukan. Celakanya, yang menang bersaing, justru merasa bangga bisa mengalahkan orang lain.

Tak hanya di bidang pendidikan, peran ulama yang seharusnya mewakili Tuhan di dunia untuk menyampaikan ide dan perintahNYA makin melupakan tugas utamanya. Mereka hanya mau menyampaikan perintah Tuhan kepada umat jika ada fulus. Sulit sekali sekarang menemukan ustadz yang mau ceramah gratisan, semua harus pakai bayar.

Begitu juga di pemerintahan. Pejabat yang semestinya menjadi pelayan rakyat malah jadi penguasa yang semena-mena terhadap rakyat. Bukannya melayani, malah membrokeri rakyat. Istilah "wani piro" benar-benar diberlakukan oleh para pejabat. Beruntung Jakarta kini punya Jokowi. Baru beberapa hari dilantik, Jokowi telah membalik tatanan yang ada. Ia memberi contoh yang baik bahwa gubernur atau pemimpin itu harus membaur dengan rakyat. Bahwa pejabat mulai dari lurah hingga gubernur, bahkan presiden harus melayani rakyat, bukan sebaliknya.

Tak heran, beberapa hari ini Jokowi membuat bayak lurah, camat dan kepala dinas blingsatan. Betapa tidak, tiba-tiba Jokowi sudah nongol di kelurahan atau kecamatan pukul 8 pagi. Tentu saja pejabat setempat kebingungan, karena sudah terbiasa ngantor seenaknya. Usai sidak beberapa hari, Kamis (25/10), Jokowi mengumpulkan semua pejabat di Jakarta. Jokowi langsung meminta ruang pelayanan publik dirombak. Kursi untuk masyarakat harus lebih baik dari kursi pegawai. Meja dan loket pelayanan harus lebih ramah untuk rakyat.

Ia menegaskan, pejabat dan PNS adalah pelayan rakyat, sehingga rakyatlah yang harus dilayani, bukan sebaliknya. Syukurlah, mendapat sentilan yang cukup mengena, mereka berjanji mengubah mindset.Tak hanya itu, mereka akan dipantau dan diberi deadline enam bulan untuk merombak total sistem pelayanan.

Seorang ibu, tetangga saya mengatakan, ia sering menangis jika melihat berita tentang Jokowi. Seorang gubernur yang kurus itu begitu tulus pengabdiannya. Saat menjadi Wali Kota Solo selama tujuh tahun, Jokowi tak pernah mengambil gajinya. Mobil dinasnya hanyalah bekas dari wali kota sebelumnya. Terakhir, ia memilih mobil dinas buatan siswa di daerahnya, Esemka, demi menghormati karya anak bangsa. Bahkan saat di Jakarta, ia rela rental mobil untuk blusukan ke kampung-kampung dan pasar.

Begitu juga kita. Dalam menjalani kehidupan, kita lebih sering terbalik balik. Tak heran kita terseok-seok tiap hari. Banyak penyakit sosial dan urusan dunia yang membuat manusia makin depresi. Dunia yang semestinya menjadi tempat bermain yang menyenangkan, berubah menjadi neraka yang menakutkan. Sekolah dan kantor tempat kerja, yang semestinya menjadi tempat bersosialisasi dan menambah saudara, berubah menjadi ajang untuk bersaing. Bahkan menjadi arena untuk adu kekuatan.

Kini sudah saatnya kita membalik strategi hidup. Tidak lagi egois dan mencari menang sendiri, tapi menjadi penolong bagi makhluk lain. Ustadz Yusuf Mansyur dan Ippho Santoso mengatakan, jika ingin kaya, kayakan dulu orang lain. Jika ingin rejeki lancar, perbanyaklah bersedekah (memberi). Jika ingin dihormati, ramahlah kepada semua orang. Jika ingin hidup mudah, bantulah banyak orang. Jika ingin hidup damai, perbanyaklah teman atau saudara.

Agama juga mengajarkan begitu. Jika ingin kaya, kita diminta memperbanyak bersedekah. Karena jika kita sedekah (baca:bersyukur), Tuhan berjanji melipatgandakan rejeki dan kenikmatan kita. Yusuf Mansyur dengan gamblang melontarkan gagasan matematika sedekah. Ia mencontohkan, 10-1=19. Karena pengurangan (baca:sedekah) 1 akan dikalikan 10. Sehingga hitungannya menjadi 10-1=9+10. Hasilnya 19. Angka 19 itu bisa jadi merupakan hasil minimal, karena pelipatgandaan sedekah bisa 100, 1000 atau tak berhingga.

Saya jadi teringat saat ikut sebuah MLM. Jika kita ingin sukses, maka harus menyukseskan downline kita. Karena jika semua downline kita sukses, secara otomatis kita juga sukses karena MLM menggunakan sistem piramida. Sistem MLM juga baik karena membuat orang mempunyai banyak teman atau saudara baru. Sistem pendidikan dan pengkaderannya juga baik. Membuat anggotanya menjadi militan dan mudah berbagi.

Sumonggo,
Banjarmasin, 26 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar