Selasa, 19 Oktober 2010

mike tyson


"Membangun peradaban yang baik tidak bisa dilakukan dengan kekuatan dan kekuasaan, tapi dengan cinta."

Ungkapan itu menjadi cukup mencengangkan karena diucapkan oleh Mike Tyson, sang petinju legendaris. Betapa tidak, selama ini orang mengenal Tyson sebagai manusia setengah binatang. Ia adalah manusia buas baik di atas ring maupun di kehidupan nyata.

Tak heran, saat mulai mewawancarai, Oprah Winfrey tampak canggung dan setengah ketakutan. Tapi, setelah beberapa menit berlalu, justru pemirsa di seluruh dunia yang takjub, tercengang. Seorang Tyson yang dulunya petarung sejati yang sangat buas, tiba-tiba berubah menjadi sangat halus dan bijak.


Bahkan, pada sesi pertanyaan seputar kematian sang putrinya, Tyson tak kuasa menahan tangis. Beberapa kali napasnya tersedak karena menahan tangis. Sesekali ia terdiam, tak mampu bicara. "Saya tak ingin membicarakan kematian anak saya. Karena, jika itu terjadi, pasti akan ada pihak yang harus saya salahkan. Saya tidak mau itu terjadi, karena pasti akan ada akibat berikutnya yang tidak saya inginkan." demikian kata Tyson.


Meski tampak gurat kekecewaan dan menahan amarah yang luar biasa, Tyson tetap bisa menahan diri. Ia memilih menumpahkan kekesalannya lewat air mata ketimbang lewat nafsu dan tenaganya. Sungguh sebuah sikap yang sama sekali berbeda dengan masa remajanya.Seperti diketahui, masa remaja Tyson dihiasi oleh obat-obatan terlarang dan perkelahian. Kebuasan jalanan itulah yang mengantarkan Tyson menjadi orang kaya raya melalui ring tinju.


Kini, semua berbalik 180 derajat. Tyson yang dulu sama sekali beda dengan yang sekarang. Ia menjadi figur ayah yang lembut dan penuh kasih sayang. Beberapa kali, ia mengejutkan publik dunia dengan jawaban yang dilontarkannya atas pertanyaan Oprah. Salah satu contoh, ia sangat terpukul dengan pernikahan pertamanya. Tapi, ia mengaku telah bisa mengikhlaskannya karena itu semua terjadi pada saat ia masih muda. Masih belum matang.
"Memang aneh. Saat diwawancara, saya hanya menurut saja, padahal istri saya jelas-jelas menginjak harga diri saya. Itu lah saya dulu. Ketika orang pertama kali jatuh cinta, ia pasti akan mendukung semua keputusan pasangannya, meski itu menyakitkan Anda," begitu kira-kira jawaban Tyson saat ditanya Oprah kenapa ia tak marah saat wawancara dan dipersalahkan oleh istri pertamanya.


Itulah sekelumit gambaran Tyson saat ini. Dari manusia buas menjadi figur ayah sejati yang sangat menyayangi keluarganya. Selain membuat film dokumenter, kini ia juga membuat buku dan mendirikan beberapa yayasan kemanusiaan. Ia bahkan mengadvokasi imigran dari Meksiko yang kini sedang guncang karena perang gangster narkoba. "Saya ingin menolong mereka (imigran meksiko) agar mereka bisa diterima di sini. Amerika adalah negara merdeka yang tidak boleh menolak orang yang butuh pertolongan," kata Tyson.


Dari perubahan drastis itu, Tyson mengaku kini bisa hidup lebih tenang dan menyenangkan. Ia mengaku tak pernah lagi merasa terbebani dan terancam.Bahkan, pada sesi wawancara itu, ia dengan tulus juga meminta maaf kepada petinju yang mengalahkannya, Evander Holyfield yang sempat digigit telinganya. Bahkan, karena ketulusan meminta maaf itu, seusai acara wawancara itu, Holyfield langsung menelepon manajer Oprah dan ingin dipertemukan dengan Tyson. Akhirnya, manajemen Oprah pun membuat sesi wawancara sekali lagi dengan Tyson dan mempertemukan dengan Holyfield. Pada sesi pertemuan itu jadi sangat mengharukan. Betapa tidak, dua orang buas bertemu dan saling meminta maaf atas kebrutalan mereka.


Memang, menjelajah kedalam diri (baca:hati) lebih menyenangkan. Jika mencari keluar, mungkin Anda bisa meraih cita-cita atau keinginan, tapi hasilnya kurang maksimal. Selalu ada yang kurang, bahkan hasilnya kosong atau kering. Contohnya, banyak orang kaya raya tapi tak bahagia. Banyak orang punya jabatan tinggi tapi justru stress. Di sisi lain, banyak orang biasa-biasa saja tapi hidupnya sangat bahagia. Kehidupannya selalu diliputi kebahagiaan dan senyum tiap hari.


Itu pula yang terjadi dengan masyarakat di belahan dunia barat. Kehidupannya bergelimang kekayaan dan materi yang luar biasa mewah, tapi hatinya kering. Tak heran kini mereka mulai mempelajari dan menjalankan filfasat ketimuran yang lebih berorientasi ke dalam. Celakanya, orang- orang timur justru bangga sekali dengan kehidupan barat. Mereka melupakan filsafat daerah asalnya yang adiluhung dan mencari kebahagiaan semu dari barat. Bahkan menjadikan kehidupan barat sebagai kiblat.
Akibatnya, banyak orang jadi lupa dan salah mengartikan kebahagiaan yang sebenarnya. Mereka mengejar kebahagiaan keluar dan melupakan kebahagiaan di dalam dirinya yang telah disediakan Tuhan secara melimpah ruah.


Mungkin sejumlah pertanyaan ini bisa membawa pada pencarian kebahagiaan ke dalam: Ngapain kaya kalau selalu hidup resah. Ngapain banyak uang tapi selalu menderita karena banyak penyakit. Ngapain jabatan tinggi kalau tiap hari stress, dan masih banyak pertanyaan lain. Mana lebih enak, punya uang miliaran tapi tak bisa bergerak karena stroke, atau hidup biasa saja tapi sehat walafiat? Mana lebih enak punya jabatan tinggi tapi stress dengan target dan dimusuhi banyak bawahan, atau menjadi bawahan tapi hidup senang dan akrab dengan seluruh pegawai lain? Jawabannya tentu Anda yang tahu. Silakan dijawab sendiri secara jujur ya...

Banjarmasin, 18 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar