Kamis, 28 Oktober 2010

syukur dan keberlimpahan


TAK ada satu hal pun yang tak patut kita syukuri dalam hidup ini. Karena, alam semesta diciptakan dalam fitrahnya untuk membahagiakan seluruh makhluknya. Jika mau jujur, tiap masalah, selalu ada hikmah yang ujung-ujungnya membawa kebaikan pada tiap makhluk.

Sayangnya, manusia tak menyadari fitrahnya sebagai makhluk yang diciptakan bahagia dan sempurna. Terkadang, kita baru tahu nikmatnya sehat pada saat sedang sakit. Kita baru tahu nikmatnya makan nasi sambal jika kita tidak sedang sakit gigi. Sebab, seenak dan semahal apapun harga makanan, jika sakit gigi, pasti kita tak bakal bisa menikmatinya.



Kita baru tahu betapa udara yang kita hirup merupakan berkah yang tak ternilai harganya. Bayangkan, jika Anda sedang terkena penyakit kanker atau jantung, Anda akan memerlukan biaya yang cukup besar hanya untuk menghirup udara yang sebetulnya tersedia secara melimpah di alam semesta ini.

Pada 2008 lalu, tabung oksigen ukuran 1 meter kubik dihargai Rp 650 ribu. Untuk isi ulangnya Rp 15.000. Untuk ukuran 1,5 meter kubik, dihargai Rp 750 ribu dan isi ulangnya Rp 20 ribu. Tentu saja, itu berlum termasuk pernak pernik lainnya semacam regulator dan lain-lain.

Di Jakarta juga ada penyewaan tabung oksigen ukuran 6 meter kubik yang bisa dipakai 24 jam. Untuk menyewa, Anda harus menitipkan uang jaminan Rp 800 ribu, dan membayar sewa tabung Rp 60.000 per bulan. Itu belum termasuk pengisian oksigen sebesar Rp 60.000,- untuk ukuran sebesar itu.

Alhamdulillah, kini kita tidak sedang membutuhkan tabung oksigen untuk menopang hidup. Jadi, semestinya tiap detik udara yang kita hirup, patut diiringi dengan perasaan syukur. Kabar baiknya, tiap ungkapan syukur yang kita ucapkan dengan sepenuh hati, akan selalu diiringi dengan keberlimpahan rahmat yang lain dari Tuhan. Amin.

Tadi malam, saya dan istri sedang berbincang santai. Membicarakan pemotongan gaji saya akibat cuti di luar tanggungan saat lebaran sebesar Rp 945 ribu. Pemotongan sebesar itu dalam sekali penerimaan gaji, jelas akan memengaruhi dapur kami bulan ini.

Awalnya, saya cukup kecewa. Bahkan kecewa berat dengan pemotongan gaji ini, karena sebetulnya banyak aturan yang tidak fair di kantor. Betapa tidak, di saat saya sedang membutuhkan banyak dana, gaji saya harus dipotong dengan jumlah yang lumayan besar. Tapi untung, otot syukur saya masih bisa bekerja dengan baik. Sehingga perasaan kecewa saya tidak berlarut-larut, dan kini telah berubah menjadi rasa ikhlas yang mendalam.

Rasa ikhlas itu tiba-tiba muncul begitu saja. Apalagi setelah memutar CD digital prayer Quantum Ikhlasnya Mas Nunu. Kabar baiknya, saya menjadi lebih berhati-hati menggunakan uang, terutama pada bulan ini, karena selama ini sering membeli barang yang sebetulnya tidak kami perlukan.

Rasa syukur itu kembali muncul saat melihat banyak saudara lain yang ternyata lebih kurang beruntung dari saya. Bagi kami sekeluarga, rezeki sudah ada yang mengatur. Kalau memang bukan rezeki kita, mau dicari sampai kapanpun pasti tidak akan ketemu. Tapi jika sudah rezeki kita, meskipun hilang atau diambil sekalipun, pasti akan kembali lagi.

Dalam perbincangan santai itu, alhamdulillah muncul beragam rasa syukur yang lain. Salah satunya rezeki tak terduga berupa cek Rp 1 juta yang datang akibat menolong teman lama secara ikhlas beberapa hari sebelumnya. Akhirnya kami jadi berpikir bahwa Tuhan memang sangat menyayangi keluarga kami. Betapa tidak, Tuhan mengirim cek Rp 1 juta, dan telah kami uangkan sehari sebelum gaji saya dipotong.

Artinya, Tuhan telah menyiapkan pengganti sebelum rezeki kami diambil. Kabar baiknya lagi, uang pengganti itu jumlahnya hampir sama, atau sedikit lebih banyak. Subhanallah, terima kasih ya Allah.

Satu lagi miracle yang kami terima pada pekan ini adalah pengunduran pembayaran cicilan rumah baru kami. Kabar ini cukup mengejutkan kami. Pasalnya, kami melakukan akad kredit rumah pada September lalu. Sementara di dalam buku tabungan kami hanya ada uang sejumlah satu kali cicilan rumah. Mestinya, pada Oktober ini kami harus mengangsur uang bulanan.

Kabar ini kami peroleh saat akan mengangsur cicilan bulan Oktober. Setelah mendebet uang sejumlah satu bulan angsuran, kami pun melihat printout di buku tabungan. Kami sempat kaget, karena ternyata jumlah potongan hanya Rp 650 ribu, padahal angsuran rumah kami sebesar Rp 2.056.000 per bulan.

Kami pun menanyakan masalah itu ke customer service. Staf CS menjelaskan bahwa cicilan pertama baru dibayar tiga bulan setelah akad. Sementara potongan Rp 650 ribu merupakan biaya pendebetan selama angsuran, tapi dibayar di depan. Alhamdulillah, berarti kami masih bisa bernapas hingga bulan Desember nanti. Dari banyaknya miracle yang kami terima pada pekan ini, kami jadi semakin yakin jika rasa syukur terus kita jadikan pengiring hidup, Tuhan pasti akan memberi keberlimpahan rezeki. Bahkan, rezeki itu bisa datang di saat yang tepat dan jumlah yang lebih besar dari yang kita butuhkan. Amin, semoga bermanfaat...

Banjarmasin, 28 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar