Minggu, 18 November 2007

nIkmatnya memberi

Di jaman yang serba egois, serba individualistis saat ini, berbagi dengan sesama merupakan hal yang teramat langka. Jangankan untuk memberi, untuk makan diri sendiri saja susah. Itu kira-kira alasan sebagian besar orang kenapa tidak mau berbagi kepada sesama.

Kehidupan yang serba susah saat ini ternyata telah membentuk sebuah budaya yang tertutup, intoleransi dan tidak mau peduli terhadap orang lain. Orang kini hanya mau menerima saja dan jarang mau memberi. Bahkan, kini banyak orang memiskinkan diri agar bisa mendapat jatah pembagian sembako atau jatah gratisan lainnya.

Untuk itu, kita patut bersyukur karena ada ustadz Mansyur yang telah menggelorakan gerakan memberi melalui Yayasan Wisata Hati miliknya. Dengan perjuangan keras dan segenap cara cara kreatif, yayasan ini mengajak orang untuk berbagi kepada sesama. Simbol-simbol agama yang dipakai sebagai jargon ternyata mampu mengetuk hati jutaan warga untuk berbagi.


Memang, apa yang dilakukan yayasan ini lebih banyak ditujukan untuk diri sendiri. Ustadz ini menyadarkan kita bahwa kalau kita memberi atau bersedekah kepada orang lain, maka kita akan mendapat ganti yang jauh lebih besar. Gerakan penyadaran macam ini, di dunia yang serba individualistik saangatlah tepat. Terbukti, gerakan ini mampu membuat jutaan orang menyedekahkan hartanya meski sebagian besar pemberi sedekah mengharap balasan yang lebih besar.

Acara berbagi kasih yang disiarkan salah satu televisi swasta, ternyata juga mampu mengetuk hati banyak pemirsa untuk berbagi. Program yang menayangkan pemberian bantuan dana dan pengobatan bagi orang-orang tak mampu yang terkena penyakit berat ini juga mampu membuat masyarakat lebih peduli.

Dibanding gerakan ustadz Mansyur, tayangan berbagi kasih ini ternyata lebih mampu mengerakkan orang untuk berbagi. Dalam arti, pemirsa benar-benar mau berbagi tanpa mengharap imbalan. Di program ini, masyarakat yang berbagi juga lebih luas, tidak hanya satu penganut agama saja. Mereka tak peduli yang diberi bantuan itu satu keyakinan atau tidak, yang penting mau meringankan beban sesama.

Melalui tayangan yang mengetuk hati ini, masyarakat dibuat iba, trenyuh, hingga akhirnya terdorong untuk berbagi. Ada rasa bahagia saat bisa membantu masyarakat yang ditimpa kesusahan. Seolah, dengan mengirim uang sebesar Rp 50 ribu melalui sebuah rekening, pemirsa sudah merasa berbuat sesuatu yang baik dalam membantu sesama. Tidak peduli berapapun besarnya bantuan yang dikirim ke rekening acara ini, ternyata telah membuat hati merasa senang. Membuat hati merasa nikmat. Seolah ada perasaan lega atau tercerahkan.

Memberi atau berbagi kepada sesama dengan sepenuh hati memang nikmat. Ada perasaan puas saat bisa meringankan beban orang lain. Apalagi bila meringankan beban orang yang kita cintai. Tentu, kita akan merasa sangat senang bisa mengirim uang untuk biaya berobat orang tua kita. Kita akan merasa terhormat atau tersanjung bisa memberi uang atau kebahagiaan kepada orang tua.

Parlindungan Marpaung, dalam setengah isi setengah kosong mengatakan, berbagi mengindikasikan pengorbanan dan kerelaan untuk memberi. Semakin banyak memberi semakin tidak akan merasa kekurangan. Pengorbanan tertinggi adalah mengorbankan harga diri untuk meningkatkan harga diri orang lain. Lebih lanjut dia mengatakan, berbagi dilandasi cinta yang tulus akan membuahkan keserupaan. Bila kita mau membagikan apapun milik kita kepada sesama, maka sifat kita akan mendekati sifat sang Khalik.

Selamat berbagi, dan nikmatilah...

Kompleks Buncit, Banjarmasin
Sabtu, 17 November 2007

2 komentar:

  1. woiiii....
    tulisanne apik2
    tulis trouusss
    nyang buanyak yaa
    aku tak numpang baca

    BalasHapus
    Balasan
    1. woooiiii, saiki ningdi pak juragan sekaligus ceo GSablonase, hahahaha

      Hapus