Minggu, 18 November 2007

pembunuh jiwa

Perkembangan teknologi benar-benar di luar dugaan manusia. Dulu, awalnya teknologi dibuat manusia untuk membantu mempermudah pekerjaan manusia. Teknologi untuk mempercepat transportasi dan komunikasi manusia. Tapi kini, teknologi telah berkembang pesat melampaui kemampuan fisik dan daya pikir manusia itu sendiri.

Tidak hanya dalam berhitung dan berpikir saja manusia kalah dibandingkan teknologi semacam computer dan mesin pabrik. Kini, teknologi telah menguasai manusia, bahkan telah berani mengatur manusia sebagai penciptanya. Komputer tidak akan mau melakukan pekerjaannya kalau seorang pemakainya tidak mau menjalankan aturan yang ada di komputer.


Dulu, sebuah pabrik memerlukan ratusan pegawai untuk mengerjakan produksinya, tapi kini sebuah pabrik hanya memerlukan satu orang operator mesin saja. Ratusan orang harus di-PHK karena sebuah teknologi mesin telah mengganti tenaga dan pikiran manusia secara lebih cepat dan akurat. Kehadiran sebuah mesin di pabrik telah menyebabkan ribuan orang menjadi pengangguran, ribuan perut anak dan istri menjadi kelaparan.

Begitu juga dengan kehadiran teknologi komputer dan telekomunikasi. Dulu, orang harus menunggu hingga beberapa hari atau bulan untuk berkomunikasi dengan seseorang yang lain di seberang pulau melalui surat. Kini, tinggal klik beberapa nomor di keypad handphone, seseorang bisa langsung ngobrol dengan seseorang di seberang negara atau benua lain. Handphone bisa menangkap dan mengubah tinggi rendah suara seseorang dan mengirimnya lagi melalui gelombang tertentu, sehingga seseorang di seberang benua bisa mendengar suara yang sama persis dengan suara aslinya dengan jarak ribuan kilometer.

Untuk mengambil gambar di permukaan mars atau bulan, lembaga antariksa tidak perlu lagi mengirim astronot. Cukup meluncurkan pesawat tanpa awak, seseorang di bumi sudah bisa merekam seluruh permukaan planet lain tanpa resiko kehilangan nyawa manusia. Pesawat dilengkapi robot itu juga bisa mengambil benda apa saja yang ada di planet lain.

Bahkan, Amerika kini bisa mengebom seluruh kota di Irak atau memata-matai seluruh negara, termasuk mengetahui seluruh isi bunker bawah tanah tanpa harus mengirim pesawat berawak manusia. Sebuah pesawat mini dilengkapi bom, radar berinfra merah dan dikendalikan dari jarak ribuan kilometer sudah dimiliki tentara Amerika. Persis seperti main playstation.

Tidak hanya itu, perkembangan teknologi informatika, kini telah membuat dunia hanya dalam genggaman tangan. Teknologi 3G atau 3,5G telah hadir di beberapa kota di Indonesia dan memungkinkan manusia bisa berkomunikasi dan berhadapan secara langsung dalam hitungan detik. Pesawat supersonik juga telah bisa memindah tubuh manusia dalam hitungan jam ke bagian benua lain.

Keberadaan perangkat canggih memungkinkan manusia bisa melakukan apa saja saat ini. Tidak hanya berbisnis saja, bahkan melalui teknologi cyber manusia bisa melakukan hubungan seks atau menjalankan perintah agama sekalipun.

Banyak sekali anak-anak muda kini memperoleh kepuasan seks melalui dunia maya. Mereka chating sambil melakukan hubungan seks sekaligus. Melalui sambungan webcam dan ponsel, seseorang bisa saling merangsang dan memperoleh kepuasan seks. Mereka benar-benar bisa memperoleh kepuasan seks seperti layaknya berhubungan seks secara manual.

Dari sisi religius, masyarakat tidak perlu lagi membaca atau membuka kitab suci. Cukup kirim SMS ke sebuah nomor tertentu, seseorang bisa mendengarkan pengajian atau mendapat bimbingan rohani. Atau bisa juga bersedekah dan membayar zakat. Begitu juga dengan mencari jodoh atau menjalankan perintah agama lain.

Kecanggihan teknologi itu telah membuat manusia tidak perlu beranjak dari kursi untuk berhubungan atau berbisnis dengan orang lain. Sekali buka internet, seseorang bisa mengetahui perkembangan di seluruh dunia dalam hitungan detik saja. Dengan kata lain, kecanggihan teknologi telah memanjakan manusia. Kecanggihan teknologi telah membuat manusia menjadi pemalas.

Dengan acaranya yang membius, televisi semakin membuat manusia menjadi tergantung. Televisi dan media massa telah membuat manusia menjadi semakin malas. Kini, orang tidak perlu lagi membaca banyak halaman. Cukup klik hanphone atau melihat tagline di televisi, manusia bisa mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan. Orang menjadi semakin malas membaca.

Kini, buku semakin tidak diminati. Kata orang, membaca menghabiskan banyak waktu. Kata orang, waktu adalah uang, membaca adalah menghabiskan waktu. Membaca adalah membuang uang. Inilah riwayat akhir sang buku.

Dengan hanya melihat tayangan visual yang memanjakan mata saja, telah membuat jiwa menjadi kering. Dulu orang bisa berimajinasi liar saat mendengarkan sandiwara radio Mak Lampir. Anak-anak menjadi takut tidur kalau mendengar tawa hantu di sandiwara radio. Kini, tipuan mata yang ditawarkan audio visual telah benar-benar membuat manusia mati jiwanya.

Kini, orang menjadi miskin inspirasi atau miskin jiwanya karena yang dimanjakan hanya indera mata saja. Padahal, jiwa berhubungan dengan hati. Pengetahuan jiwa tidak dihasilkan dari penglihatan mata, tapi melalui pendengaran yang diteruskan melalui perasaan. Maka tidak heran jika orang buta lebih peka hati dan jiwanya daripada orang yang mengandalkan indera matanya saja.

Terlebih lagi, kini orang tidak mau lagi "mendengar" tapi lebih suka melihat. Akibatnya, mereka buta mata hati. Seorang pejabat tidak mau lagi mendengar jeritan rakyatnya yang kelaparan, tapi lebih suka melihat sudut kotanya yang kotor sehingga dengan seenaknya menggusur rumah atau lapak PKL milik rakyat miskin. Maka jangan salahkan ungkapan "Pejabat sekarang bukan antikemiskinan, tapi antirakyat miskin, sehingga rakyat miskin harus diberantas bukan dientaskan. Padahal, miskin adalah produk budaya pongah yang suka meniru budaya luar, tanpa mau melihat jati diri dan kemampuan diri yang sebenarnya.

Anehnya, orang-orang pintar yang disekolahkan ke luar negeri hanya bisa ngomong saja. Beda orang Indonesia dengan orang Eropa yang sama-sama belajar di Amerika adalah, orang Indonesia akan memamerkan apa yang dilihat di Amerika. Orang Indonesia itu akan mengatakan, kalau ada masalah ini harus diselesaikan dengan cara yang digunakan pejabat di California atau Negara bagian lainnya. Untuk mengatasi banjir di Jakarta, atau kemiskinan di Indonesia, gubernur harus meniru apa yang dilakukan orang-orang di Jakarta. Padahal, jelas-jelas budaya dan situasi serta kondisi Indonesia berbeda jauh dengan Amerika sana.

Kalau orang Eropa sekolah ke Amerika, saat mereka pulang akan merenung, kenapa orang Amerika seperti itu, kenapa bangsaku seperti ini, apakah sebuah solusi di Amerika ini bisa diterapkan di sini atau tidak. Atau mereka akan mengkombinasikan apa yang ada di Amerika dengan situasi dan kondisi di daerahnya.

salam

Banjarbaru, Kalsel
Jumat, 16 November 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar