Jumat, 18 Januari 2008

mlm, kaya raya, dan kepedihan

Beberapa waktu lalu, aku bertemu kawan lama. Masih seperti beberapa tahun lalu, dia masih aktif di sebuah Multi Level Marketing (MLM), tapi beda perusahaan dengan yang kami geluti beberapa tahun lalu. Ada yang berbeda dengan penampilannya saat ini, meski badannya masih tetap hitam, tapi kulitnya tampak bersih, rambutnya juga tampak rapi kelimis. Baju rapi dimasukkan, lengkap dengan sepatu mengkilap. Pendek kata, penampilannya sudah tajir, parlente, keren, layaknya seorang eksekutif muda metropolis.


Maklum, kini penghasilannya sudah pada kisaran belasan juta perbulan. Sebuah mobil baru juga terlihat membawanya kemanapun dia pergi. Kalau dulu kami sering berpapasan di jalan sama-sama menggunakan sepeda motor, kini mainannya sudah pesawat terbang. Kata seorang kawan, jam terbangnya semakin tinggi. Dia kerap diundang menjadi motivator MLM-nya. Tidak hanya dalam lingkup antarkota saja, tapi sudah antarnegara. Wow, syukur alhamdulillah.

Dia masih tetap sama seperti dulu, masih tetap agresif. Setiap ketemu orang, siapa saja, selalu membicarakan bisnis MLM yang digelutinya. Pertama yang diomongin pasti soal produk-produk unggulan MLM-nya. Kemanapun arah pembicaraannya, ujung-ujungnya pasti kembali menawarkan produk yang menurutnya tiada duanya. Jika tidak mau membeli produk, dia menawarkan bisnis MLM-nya. Biasanya, arah pembicaraan tetap sama, MLM-nya menawarkan sebuah penghasilan yang tak terbatas. MLM-nya menawarkan sebuah pasif income, dimana para MLM-ers sukses tidak perlu bekerja tiap hari, tapi uang terus mengalir.

Pertemuanku dengannya di bandara Banjarmasin saat itu juga berkisar masalah itu. Rayuannya masih tetap maut seperti dulu. Menurutnya, MLM yang digelutinya saat ini beda dengan yang dulu. Yang ini, katanya, lebih otre, lebih menjanjikan, lebih enak dari yang dulu. Buktinya, tiga orang kawan lama sudah sukses semua. Ketiganya sudah naik mobil, penghasilan sudah belasan juta, sudah berkeliling dunia, dan seabrek prestasi lainnya, padahal baru tiga tahun memulai MLM yang satu ini. Alhamdulillah...

Dengan berbagai alasan, saya mencoba menangkis rayuan mautnya. Bukannya saya tidak tertarik dengan iming-imingnya, tapi saya memang punya alasan pribadi untuk tidak lagi terjun ke bidang MLM, setidaknya untuk saat ini. Jujur saja, saya juga ingin punya penghasilan puluhan juta, pengin punya mobil dan rumah mewah, pengin punya pasif income, pengin kerja tanpa terikat perintah bos dan jam kerja, serta deadline kantor (seperti yang dijanjikan MLM kan?). Tapi, alasan pribadi saya untuk tidak kembali dulu ke MLM saat ini cukup kuat. (Jadi, maaf dulu ya kawan...)

Dia bilang hidupnya sekarang lebih enak dengan MLM yang baru, saya bilang saya sedang menikmati pekerjaanku. Dia bilang pergi ke luar negeri sungguh menyenangkan, saya bilang bermain dengan anak memberi kenikmatan tersendiri. Dia bilang punya uang puluhan juta sangat nikmat, saya bilang saya sedang menikmati indahnya bersedekah dengan uang kecil. Dia bilang naik mobil sangat enak karena tidak kehujanan, saya bilang merasakan hangatnya mentari pagi sungguh nikmat karena beberapa hari belakangan saya sering kehujanan saat naik motor. Halah, padune ngiri wae.

Dia terus merayu saya. Dia bilang MLM menjanjikan pasif income yang nyata, saya bilang saya tidak pernah menyaksikan upline bisa tidur nyenyak karena terus memikirkan tutup point dan jaringan yang mulai goyah. Dia memaksa saya untuk membuka mata dengan melihat mobil-mobil baru mereka, saya bilang saya tidak pernah bisa menutup mata menyaksikan downline saya yang terpaksa hutang demi menutup point. Dia bilang ikut MLM bisa membahagiakan anak istri pada suatu saat kelak karena tidak perlu kerja terikat, saya bilang saat ikut MLM tidak pernah kumpul dengan anak istri karena sering saya tinggal untuk prospek dan jualan, begitu juga dengan leader-leader saya dulu.

Ya begitulah, pertemuanku dengannya saat itu memberikan makna yang cukup mendalam. (halah, opo to iki). Tapi, jujur saja. Dari lubuk hati yang paling dalam, terkadang pengin kembali lagi ke bisnis MLM ini. Kangen punya banyak sahabat (baca: down dan upline), pengin kerja tanpa terikat waktu, pengin kebebasan finansial, terlebih lagi dengan seminar dan pelatihannya yang menumbuhkan semangat yang luwar biyasa. Apalagi setelah membaca tulisan Robert Kiyosaki tentang MLM ini. MLM, dilihat Kiyosaki sebagai salah satu bisnis yang menjanjikan pasif income dan kebebasan finansial.

Tapi, masih terlintas jelas dalam ingatan saat masih aktif di MLM. Saat itu, saya menyaksikan sendiri bagaimana seorang warga desa yang sangat lugu, tanpa pengetahuan yang memadai tentang MLM, tanpa paham tentang bisnis mengelola orang ini, terpaksa harus mengorbankan semuanya: uang, keluarga, perasaan dan harga diri, demi sebuah janji-janji yang hingga kini tak pernah dicapainya. Bahkan, keluarganya harus berantakan gara-gara tak pernah diurusnya. Tragisnya, perceraian lah yang menjadi jalan keluar dari masalah yang dihadapinya saat itu. Tuhan, ampuni kami...

Banjarbaru
Jumat, 18 Januari 2008

4 komentar:

  1. betul sekaleee, hanya ada satu persen dari seluruh anggota MLM yang bisa sukses, yang lainnya tetap aja kere, disuruh jualan terus. Tetap aja penghisapan terhadap downline...

    BalasHapus
  2. Menarik ulasan sampeyan, di saat orang2 sibuk mendewakan kemegahan materi hingga bekerja keras tanpa ingat waktu dan melupakan keluarga, hingga saat kekayaan itu akhirnya berada di tangan maka hidup knpterasa hampa tidak sebermakna saat kita masih "papa". Apalagi kalau sampai lupa daratan seperti para tokoh di headline news yg rame2 wawancara di KPK, gara2 pengen kaya, hehehe.

    Monggo di undang mampir ke website/blog saya nih.... Wassalam

    BalasHapus
  3. ass.
    ha ha sampean kayak saya kang...
    yah itulah mlm boleh dibilang multi level manipulation he he.
    Kok saya tidak pernah lihat mlmers yang ngotot sama produknya tapi juga ngotot sama uji klinisnya.Bukan hanya soal testimoni perlu adanya kajian laboratorium dan clinical studies.Nah ini....mimpi aja yang dijual....
    Ok bos salam kenal n sukses ya....

    BalasHapus
  4. Menurut Saya MLM Baik, Kalau Teman anda seperti itu wajar .. karna Jobnya memang seperti itu, mungkin di sisi lain dia punya sisi santai, ibarat seorang sales atau spg kan beda ketika dia bekerja dan ketika dia santai, atau mungkin berusaha memotivasi saudara dengan agresifitasnya, "wong agresif aja ga mempan apalagi tidak agresif" Hidup adalah Pilihan disitu Allah Pasti menguji .. "Kalau Qta di Uji Oleh Allah, Kemudian Qta Berpikir andaikan saja ada Uang" Maka disitu Qta Wajib Berusaha tapi Bilamana Qta Berpikir"Yah syukuri saja apa yang ada, Penderitaan ini.. Yah Mau gimana lagi .. Serahkan Semuanya pada Tuhan".. Maka itu Juga Pilihan, Rasulullah Juga Seorang yang Kaya, Para Sahabat Lainnya .. Kaya Boleh Tapi secara Islami, Sehingga berkahlah Kehidupan Qta .. Semoga Qta Termasuk Muslim yang Kuat apapun keadaan Qta, Amiin Y Robbal Alamiiin..

    BalasHapus