Rabu, 09 Januari 2008

suami suami takut istri

Sitkom pengganti Bajaj Bajuri ini memang menarik disimak. Tidak saja jalan ceritanya yang ringan untuk dinikmati, tapi juga pemain-pemainnya yang berkarakter unik. Acara ini, kini banyak sekali peminatnya, mulai dari anak-anak kecil hingga kakek nenek.


Simak saja kelakuan si Tigor, orang batak dengan tubuh penuh otot, ternyata dia takut sekali dengan istrinya yang asli Solo, Mbak Welas yang kurus dan lugu, tapi baik hati. Atau si Satpam kompleks yang punya tiga istri dan tiga orang anak itu. Satpam ini, tiap hari kerjaannya hanya meminta imbalan dari orang-orang kompleks perumahannya. Hanya saja, satpam ini tidak takut sama istrinya. Karakter-karakter dalam sitkom ini memang sengaja dibikin kontradiktif. Belum lagi Pak RT yang takut bukan kepalang dengan istrinya yang bertubuh overweight. Atau keluarga dari Padang yang terkenal perhitungan dengan setiap rupiah yang dikeluarkan atau didapatnya.

Untuk tayangan yang menarik dan bisa menghilangkan kepenatan dan kebosanan, Trans TV memang patut diacungi jempol. Untuk ide-ide kreatif yang selalu segar, Wishnutama tampaknya memang patut diberi penghargaan yang tinggi. Tidak hanya sitkom ini saja, banyak tayangan alternatif Trans TV yang akhirnya ditiru oleh stasiun televisi lainnya, semisal kuliner, jalan-jalan atau jelajah. Kini, hampir setiap stasiun televisi punya acara jalan-jalan, acara untuk anak kecil dan acara kuliner.

Kembali ke sitkom suami suami takut istri, rupanya penggagas acara ini tahu persis apa yang terjadi di masyarakat. Cerita yang diambil adalah cerita keseharian yang sederhana, tapi benar-benar terjadi di masyarakat.

Ada seorang kawan yang hingga saat ini takut sekali dengan istrinya, bahkan takut dengan pacarnya pada saat belum menikah dulu. Saking takutnya, siklus hidupnya menjadi tak beraturan. Pekerjaannya juga sering ditinggalkan hanya gara-gara pacarnya (saat itu) yang ingin diantar pergi ke pasar, atau hanya sekedar main ke rumah temannya. Padahal, pekerjaannya sangat penting, jauh lebih penting dari pada hanya sekedar mengantar pacarnya.

Kini, siklus hidupnya belum berubah juga meski telah beberapa tahun menikah, bahkan setelah punya dua anak sekalipun. Padahal, dia adalah seorang pemimpin di keluarganya, yang tentu saja harus dijadikan panutan oleh anak istrinya. Dia masih saja takut kepada istrinya, sama halnya dengan Pak RT yang tidak berkutik di hadapan Bu RT di sitkom tersebut. Juga Si Karyo yang takut dicubit perutnya oleh istrinya.

Posesif. Itulah kata yang bisa saya sebut setelah saya banyak ngobrol dengan kawan tadi. Dia sangat posesif dengan istrinya. Dia sangat mencintainya istrinya hingga terkesan takut terjadi sesuatu dengan hubungan mereka. Bahkan, dia rela mengorbankan apapun yang dimilikinya, uang, waktu, tenaga, pikiran, pekerjaan dan apapun yang dimilikinya, asalkan istrinya tetap sayang padanya, agar istrinya tidak marah padanya, agar hubungan mereka tetap berlangsung.

Pernah kami berdiskusi soal posesif itu. Menurutnya, ketakutan yang dialaminya terjadi lebih karena dia sangat mencintai istrinya. Karena cinta yang menurut saya terlalu berlebihan itu, dia rela melakukan apapun demi cinta butanya itu. Bahkan, dia pernah merasa sangat menderita, dan juga sering kali saya temukan dia mengeluh atas sikap istrinya yang terlalu mengekangnya. Jangankan kebebasan, untuk menghindar dari rasa takut saja dia tidak sanggup.

Diskusi sering kami serempetkan ke arah logika dan hal-hal yang sangat realistis. Tapi, dia hanya menjawab bahwa cinta bisa mengalahkan segalanya. Rasa cinta juga bisa mengalahkan logika. Cinta terletak di hati, sedangkan logika terletak di otak. Jadi menurutnya, dua hal itu tidak bisa nyambung. Jika seseorang telah diserang virus cinta, katanya, seseorang itu bagaikan anak ayam kehilangan induknya, hanya muter-muter tidak jelas. Hanya bisa berteriak dan menangis.

Bahkan, pernah saya mengajak dia ke pergi sebuah tempat, dimana di tempat itu terjadi kehidupan yang sangat memilukan. Ada seorang nenek tua renta, tidak punya siapa-siapa lagi, hidupnya tidak menentu, untuk makan hanya mengandalkan uluran tangan orang lain. Nenek itu telah lumpuh dan tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya numpang di sebuah bekas kandang ayam milik tetangganya yang turut prihatin dengannya, tapi tidak bisa berbuat lebih banyak dari itu.

Tujuan saya membawa dia saat itu adalah, saya ingin menunjukkan kepadanya bahwa masih banyak urusan yang lebih besar di dunia ini ketimbang hanya mengurus urusan cinta buta. Masih banyak hal-hal yang lebih penting untuk diurus ketimbang hanya memikirkan hubungan yang tidak sehat itu. Dengan melihat realitas yang menyentuh itu, saya berharap dia bisa lebih terbuka, bisa lebih sensitif terhadap urusan lain.

Selama beberapa saat, saya memang melihat ada perubahan sikap, tapi ternyata hanya berlangsung beberapa hari saja. Selanjutnya, dia kembali lagi terbelit ke persoalan semula, menjadi pelayan orang jompo, menjadi seorang dewasa dengan tubuh yang sangat kekar dengan otot bertonjolan di sana sini, tapi sangat takut melihat ulat atau cacing.

Parlindungan, pengarang buku setengah isi setengah kosong mengatakan, untuk mengatasi masalah hati, manusia terkadang perlu dibawa ke atas. Dalam buku itu dia mencontohkan, untuk mengobati masalah hati manusia, untuk menghilangkan sifat tikus dalam diri manusia, hati seseorang perlu diterbangkan ke tempat yang sangat tinggi.

Dalam cerita di buku itu, Parlindungan mencontohkan, ada sebuah pilot pesawat yang mendaratkan pesawatnya di dekat oasis. Saat pesawatnya terbang kembali, ternyata ada bunyi berkerenyit di bagian belakang pesawat. Dia menduga itu adalah tikus. Meski tikus tidak mematikan manusia, tapi jika menggerogoti kabel pesawat bisa membahayakan penerbangan, dan juga mengancam keselamatan jiwanya. Pilot itu akhirnya punya akal, dia menerbangkan pesawatnya itu tinggi sekali. Dengan ketinggian itu, akhirnya sang tikus mati karena tekanan udara yang menghantam paru-parunya. Begitu juga dengan manusia, untuk menghilangkan sifat tikus dalam dirinya, perlu terbang yang tempat yang sangat tinggi, ke rumah Sang Illahi.

Dalam bahasa yang lain, saya ingin mengatakan, untuk menghilangkan penyakit hati itu, perlu kesabaran dan keikhlasan. Jika manusia sadar bahwa segala sesuatu hanyalah milik Tuhan, segala sesuatu sudah ada yang mengatur, semua hal tidak perlu dirisaukan, semua hal tidak perlu ditakutkan. Jika sudah ikhlas, jangankan jodoh, nyawa pun siap diserahkan.

Banjarbaru
Rabu, 9 Januari 2008

2 komentar:

  1. Mas, tulisannya adem.... Enak dibaca, tapi ngasih inspirasi. Maturnuwun :)

    BalasHapus
  2. terima kasih bu dokter, udah berkunjung ke blog ini. blognya bagus, bermanfaat bagi pasien, hehe..

    BalasHapus