Selasa, 25 Desember 2007

Barat vs Islam

Disharmoni antara dunia Barat dan Islam memacu kalangan akademisi untuk turut prihatin dan berupaya menyumbangkan buah pikirannya. Mereka prihatin karena ternyata Amerika yang kini tidak punya musuh layak tanding paska lengsernya komunisme Uni Sovyiet dan antek-anteknya mencoba menganggap Islam sebagai rival yang layak diperhitungkan.


Akibatnya, serangkaian tudingan miring yang dilakukan dunia Barat dan Amerika sebagai motornya terhadap Islam kerap muncul ke permukaan. Serangkaian klaim negatif dituduhkan ke kalangan Islam, tentu saja termasuk Indonesia yang notabene beberapa kali diguncang aksi terorisme. Para pelaku terorisme di Indonesia ini, celakanya mengatasnamakan Islam.

Amerika menganggap, kalangan Islam merusak tatanan dunia dengan aksi-aksi terosismenya. Amerika menganggap bahwa teroris itu identik dengan Islam. Tak pelak, Amerika memusuhi beberapa negara Islam seperti Palestina, Irak dan Iran. Negara-negara itu, kini dalam krisis berkepanjangan karena campur tangan Amerika yang cukup keterlaluan.

Beberapa waktu lalu, Metro TV menyiarkan dialog terbuka antara akademisi dan praktisi dari Amerika dan Indonesia. Bahkan, acara ini disiarkan secara ulang selama beberapa kali. Kalangan yang notabene dari kalangan akademisi ini merasa perlu digelar dialog untuk menjembatani jenjang antara Barat dan Islam.

Benang merah yang diambil dalam dialog itu adalah demokrasi. Demokrasi sebagai kata kunci ini dianggap mampu menjembatani kesenjangan kedua blok ini. Amerika yang mengaku demokrat sejati, meski dalam pelaksanaannya patut dipertanyakan, menganggap paham ini paling layak dianut di seluruh dunia. Dulu, demokrasi mendapat rival terberat berupa paham komunisme. Sementara, dunia Islam bisa berharap kehidupan yang lebih baik dengan menganut paham demokrasi ini. Bahkan, sejak awal kemunculannya, Islam memang terlahir sebagai agama yang demokratis.

Dalam dialog itu, Indonesia dianggap mewakili dunia Islam karena memiliki umat Islam terbesar di dunia, diwakili oleh Amien Rais dan Azyumardi Azra. Sementara panelis dari Amerika diwakili Profesor Carl Gresham dan Profesor Jackson. Soal kredibilitas keempat orang ini tidak bisa diragukan lagi. Terutama pandangannya tentang Islam dan demokrasi.

Jackson mengatakan, Islam diprediksi akan berkembang selama 20-30 tahun ke depan, dan setelah itu akan mengalami kemunduran yang cukup signifikan.

Gresham mengatakan, kesenjangan yang ada bukan terjadi antara Barat dan Islam, tapi terjadi pada budaya modern yang belum mampu diikuti para penganut Islam. Menurutnya, orang Islam belum siap menerima budaya modern ala Barat. Akibatnya, terjadi krisis yang berdampak pada segala lini kehidupan.

Untuk itu, dialog antara Amerika dan Indonesia sangat penting untuk menjembatani kesenjangan antara Barat dan Islam. Dia juga mengatakan, adanya kesenjangan Barat dan Islam karena adanya salah persepsi. Untuk itu perlu banyak dilakukan dialog dan Amerika harus lebih membuka diri. Menurutnya, komunitas muslim di Amerika dan Indonesia bisa menjadi jembatan bagi Amerika untuk masuk dan memahami ke dunia Islam secara baik.

Gresham mengakui, selama ini Indonesia memang kurang dihargai oleh Amerika. Lebih dari itu, masalah yang terjadi bukan hanya pada tataran persepsi saja, tapi juga menyangkut masalah kemiskinan dan kesejahteraan. Untuk itu, selain dialog budaya juga perlu upaya perbaikan dari sisi ekonomi. Hal ini didukung oleh Azra yang mengatakan, demokrasi harus didukung dengan upaya perbaikan di bidang perekonomian.


Seorang peserta, Dr Alfonse dari Amerika mengatakan, Indonesia perlu bekerja keras untuk memulihkan citranya ke dunia luas karena telah dicap sebagai negara teroris. Banyak orang-orang garis keras di negeri ini, memakai simbol-simbol Islam. Hal itu mengakibatkan dunia Barat menuduh Islam sebagai teroris.

Sementara Amien Rais mengatakan, perlu kerjasama untuk memberantas terorisme ini. Dia menolak anggapan bahwa orang-orang Islam sebagai teroris. Karena terorisme ini juga terjadi di dunia barat yang notabene dilakukan bukan oleh orang Islam. Menurutnya, Indonesia negara Pancasila dan bukan negara Islam. Indonesia, katanya, sangat berkomitmen untuk menjalankan paham demokrasi.

Rais mengatakan, Indonesia dan Amerika bisa membangun hubungan yang lebih harmonis jika Bush diganti oleh seorang demokrat sejati yang lebih membumi. Rais juga mengatakan, setelah Uni Sovyet hancur dan Amerika tak punya musuh bebuyutan, seluruh dunia berharap bisa membangun kehidupan ala demokrasi Amerika.

Tapi, ketika Bush memusuhi dunia Islam, membuat kalangan dunia Islam menggalang solidaritas untuk melakukan perlawanan. Untuk itu, kata dia, seluruh pihak sebaiknya kembali kepada cita-cita awal, yaitu membangun dunia baru yang lebih beradab seperti saat keruntuhan komunisme Uni Sovyet.

Resume yang diangkat dari dialog ini adalah perlunya seluruh dunia menganut paham demokrasi, serta dilakukan dialog kedua belah pihak sesering mungkin. Selain itu, juga perlu kerjasama di segala bidang kehidupan, karena demokrasi tanpa perbaikan perekonomian akan mustahil dilakukan.


Banjarbaru,
Selasa, 25 Desember 2007

6 komentar:

  1. aku setuju dengan Pak Amien Rais, ganti dulu Bush, baru bisa terbuka dialog dua arah antara Barat dan Islam..

    BalasHapus
  2. lama gak buka blog ini, sekarang tulisannya tambah banyak, dan menggigit

    BalasHapus
  3. tulisan yang menarik

    BalasHapus
  4. terima kasih mas eddy, udah ninggalin komentar

    BalasHapus
  5. wah mas ahmad merendah neeh... tulisan2 di blog sampeyan lebih ok gitu loh...

    BalasHapus
  6. ah, pak perantau bisa aja. tks udah buka lagi blog katrok saya, hehehe...

    BalasHapus