Senin, 10 Desember 2007

keliling dunia


OBSESI GILA - Teguh Pujo Budi Santoso, pria stroke yang nekad keliling dunia menggunakan sepeda onthelnya. Kini sudah tiga negara disinggahinya sejak Oktober 2006. Obsesi nekadnya ini dilandasi keinginan kuatnya untuk mengetahui budaya dunia. Teguh saat di depan kantor Dewan Banjar, Martapura, Senin (10/12). foto: sigit rahmawan abadi
Dimuat Banjarmasin Post, Selasa (11/12) hal.13


Nongkrong di kantor Dewan Banjar, Martapura, Senin 10 Desember 2007, saya mendapat pelajaran berharga. Pelajaran dari seorang penderita stroke yang tidak mau menyerah oleh keadaan, oleh kondisinya. Adalah Teguh Pujo Budi Santoso, pria berewok kelahiran Jember Jawa Timur 17 September 1964. Pria dua anak, Devy (14) dan Ferdiky (9) ini nekad berkeliling dunia menggunakan sepeda onthel. Aksi gilanya ini dimulai Oktober 2006, dan kini telah keliling ratusan kota di tiga negara, Indonesia, Brunei dan Malaysia.


Dia pernah koma selama seminggu saat di Malang akibat stroke. Begitu kesehatannya mulai membaik, muncullah ide gila ini. Saat itu bicaranya masih kaku dan berat (bahkan hingga kini), kaki kanannya juga masih terasa kaku untuk berjalan.

Obsesi gilanya ini berawal dari keinginannya untuk mengenal berbagai macam kebudayaan dunia. Begitu bisa bangkit dari keterpurukannya akibat penyakit stroke, sarjana Teknik Industri alumni Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini langsung menancapkan niat untuk keliling dunia. Keterbatasan dana tidak menghambatnya sama sekali. Modal awalnya cuma Rp 500 ribu saja.

Teguh memulai perjalanan nekadnya dari daerah kelahirannya, Jember Jawa Timur. Dia mulai menyusuri jalanan yang panas dan terkadang dingin akibat hujan ke arah Situbondo, Bondowoso hingga Malang. Dari Malang, dia mengarahkan perjalanannya ke arah barat hingga ke Yogyakarta, Jawa Tengah, Jakarta dan Jawa Barat. Di Semarang, dia sempat mampir ke kantor Museum Rekor Indonesia (MURI) dan diberi piagam penghargaan oleh MURI yang ditandatangani Paulus Pangka, 1 Desember 2006 lalu.

Beragam piagam penghargaan lengkap dengan stempel asli, kini menemaninya kemanapun dia pergi, seperti dari sekretariat negara, MURI, Departemen Perhubungan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Koni Pusat, Konsulat Jenderal RI di Kuching Malaysia, Kedubes RI di Bandar Seri Begawan, Kementerian Kebudayaan Brunei, Konsulat Jenderal RI di Sabah, dan puluhan piagam berasal dari berbagai instansi dan lembaga di tiga negara.

Dari serangkaian perjalanan panjangnya selama setahun lebih ini, Teguh telah mengganti dua kali ban luar dan tujuh kali ban dalam. Untuk tidur, dia memilih kantor polisi, koramil atau masjid. Banyak pejabat tinggi negara hingga pejabat di daerah sudah ditemuinya. Dia pun pernah diusir oleh seorang pejabat di Kuching Malaysia.

"Suka duka telah saya alami. Saya sangat menikmati perjalanan ini. Semoga ini bisa menjadi inspirasi bagi penderita stroke seperti saya. Bahwa penderita stroke tidak selamanya harus menyerah dan putus asa. Buktinya, meski pernah koma seminggu akibat stroke, kini dalam setahun perjalanan saya, stroke saya tidak pernah kambuh. Alhamdulillah," tutur Teguh.

Teguh menyeberang ke pulau Kalimantan dari Banten. Dari Jawa Barat ini, dia naik kapal laut menuju Pontianak. Perjalanannya berlanjut ke Sarawak, Kucing, Brunei, Sabah hingga Tarakan (Kaltim). Di Kalsel, dia memulai menggenjot sepeda anginnya mulai dari Kabupaten Tabalong, berlanjut ke Kabupaten Banjar, Banjarbaru dan Banjarmasin. Lalu, lanjut ke Kapuas Kalteng dan menyeberang ke Semarang untuk kemudian berlayar lagi ke Sulawesi. Dari Sulawesi dia berencana ke Irian, Timor Timur, NTB, Bali dan kembali lagi ke daerah asalnya, Jember.

"Saya akan istirahat seminggu di Jember untuk kemudian mengayuh sepeda lagi ke Sumatera. Saya akan menyeberang ke Singapura dan beberapa negara Asia lainnya, seperti Thailand, Jepang dan China. Target saya, enam tahun ke depan sudah harus bisa berkeliling di kawasan Arab dan Amerika," kata Teguh.

Untuk berkomunikasi dengan orang lain di berbagai negara, Teguh mengandalkan kemahirannya berbahasa Inggris. Tapi bila orang yang diajaknya bicara tidak ngerti juga, dia terpaksa akan menggunakan bahasa isyarat.

Melihat kegigihan Teguh, membuat saya malu. Rasanya tidak pantas diri ini terus menerus mengeluh karena keadaan. Mengeluh bukti tidak bersyukur. Mengeluh tanda menyerah. Mengeluh tanda pengecut. Dengan kondisi kesehatannya yang tidak sepenuhnya sempurna, dia berani menancapkan obsesi gilanya keliling dunia. Dia tidak pernah berpikir atau membayangkan bila suatu saat nanti strokenya kembali kumat. Namun sejauh ini, dia tetap yakin bahwa niat yang kuat akan mengalahkan segalanya, termasuk strokenya.

Beberapa cerita serupa pernah saya baca di beberapa buku dan surat kabar, banyak orang divonis oleh dokter usianya tinggal beberapa bulan saja. Tapi ketika orang-orang ini yakin bisa sembuh, maka vonis dokter ini tidak terbukti. Bahkan, beberapa di antaranya telah melakukan perjalanan keliling dunia tanpa mengeluhkan sedikitpun sakitnya. Dokternya pun menjadi kaget karena kondisi pasiennya berubah total, sama sekali berbeda dengan diagnosa ilmu kesehatannya. Rupanya, pasien-pasien ini sangat yakin, bahwa urusan hidup dan mati seseorang ada di Tangan Tuhan, bukan ditentukan oleh dokter.

salam semangat,

Banjarbaru, Kalsel
Senin, 10 Desember 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar