Jumat, 21 Desember 2007

sedekah yang membebaskan

Jumatan siang ini, saya mendapat pencerahan. Khotbahnya yang singkat tapi membebaskan itu membuat saya tidak ngantuk dan cukup menikmati Jumatan kali ini. Khotbahnya tidak menggurui, tidak pula bicara ancaman surga-neraka yang menakutkan itu. Sehingga, pulang Jumatan, hati tetap ceria, dan sholat pun terasa khusuk. Saya perhatikan jamaah lainnya juga terlihat senang sepulang dari masjid.


Isi khotbahnya sederhana, seputar sedekah. Karena disampaikan cukup simpel dan menarik, membuat banyak orang dengan rela mengeluarkan isi dompetnya untuk mengisi kotak. Tema ini dipilih karena masih dalam suasana hari raya Idul Adha.

Beda dengan suasana khotbah Idul Adha lain yang biasanya bicara tentang pengorbanan yang terkesan serem, khotbah kali ini justru bicara tentang berderma. Intinya tetap sama dengan pengorbanan. Tapi dengan tingkat rasa yang lebih manusiawi, membuat orang bisa mengamalkannya secara soft dan lebih ikhlas.

Berderma, kata khotib, merupakan hal yang membebaskan. Derma adalah ibadah yang mudah dan ringan dilaksanakan. Jumlah derma tidak perlu besar, boleh kecil asal ikhlas. Tapi, yang besar dan ikhlas tentu lebih baik dong. Berderma ini sangat besar manfaatnya bagi diri maupun perkembangan umat. Jika setiap muslim gemar berderma, maka tidak ada muslim yang hidup miskin.

Derma, pahalanya akan dicatat sepanjang hayat. Tidak hanya bisa menolong penderma dari kesusahan hidup di dunia, tapi juga menyelamatkannya di akhirat nanti. Dengan berderma, orang akan mendapat pahala berlipat. Pintu rejekinya akan dibuka selebar-lebarnya. Orang akan terbebas dari kesulitan hidup yang biasa membelit. Jadi, bagi yang berharap hidup bahagia dunia akhirat terbebas dari kesulitan hidup, khotib menyarankan untuk berderma.

Ustadz Yusuf Mansyur pernah bilang, jika ingin kaya, maka perbanyaklah berderma. Jika ingin terbebas dari kemiskinan, keluarkan banyak harta untuk bersedekah. Semakin banyak bersedekah, maka akan semakin banyak rejeki yang kita terima.

Tentang sedekah ini, saya sering mendapat keajaiban hidup. Bahkan, secara naif, saya sering memanfaatkan derma ini untuk tujuan-tujuan jangka pendek dan cita-cita jangka panjang saya. Saya tidak tahu apakah apa yang saya lakukan ini baik atau tidak. Saya hanya mengikuti kata hati saya saja.

Dulu, saya sering bersedekah sebelum melakukan ujian sekolah. Saya sering bersedekah bila ingin mencapai sesuatu. Dan sekarang, saya masih sering bersedekah agar rejeki saya dibuka seluas-luasnya. Hasilnya, biasanya saya melakukan segala sesuatu secara tenang. Hasilnyapun sudah banyak sekali saya rasakan. Mulai terbebas dari beban kesulitan keuangan hingga mendapat rejeki yang datang secara tiba-tiba. Rejeki itu, terkadang datang tanpa pernah diduga, dan jalannya terkadang sulit diterima nalar, tiba-tiba saja ada di depan mata.

Ketika saya ngobrol tentang keajaiban sedekah ini, banyak teman yang mengatakan itu tindakan yang irasional. Kata mereka, apa yang saya peroleh itu secara kebetulan saja. Tapi saya tetap bersikukuh, bahwa apa yang saya dapat selama ini bukan secara kebetulan. Pasti sudah ada yang mengatur secara mekanis. Karena, apa yang saya dapat itu terjadi seperti layaknya hukum sebab akibat. Dan itu, tidak terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan kejadiannya berlangsung secara terus-menerus, sering.

Saya juga sering ngeyel bahwa apa yang saya alami ini pada tingkatan keyakinan, bukan pada tingkatan rasio. Terlebih lagi, kini banyak literatur yang menyatakan bahwa kekuatan rasio itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan kekuatan keyakinan atau alam bawah sadar manusia. Erbe Sentanu bahkan dengan tegas menyatakan kekuatan rasio hanya 12 persen saja dari kekuatan manusia, sisanya 88 persen kekuatan bawah sadar yang sangat dahsyat. Sayangnya, hanya sedikit sekali orang yang bisa mengendalikan kekuatan bawah sadarnya ini.


salam,

Banjarbaru,
Jumat, 21 Desember 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar